Skip to main content

Posts

Seorang Umat yang Belajar Menjadi Muslim 21

 Kalau Anda punya masalah moralitas, jangan menjadikan 'postingan' tentang keagamaan-mu sebagai wujud permisif atas dosa moralitas yang sedang kamu coba tutupi. Perbaiki kesalahan dan bertobat dari kesalahan itu, bukan dengan memamerkan keberimanan Anda pada khalayak, sebagai bentuk pertobatanmu yang justru menunjukkan keangkuhan diri.
Recent posts

Kapitalisasi Perguruan Tinggi: Pendidikan dan Profesi Tanpa Masa Depan

 [draft]  Logika kapitalisnya kira2 begini: ada tren PTSpts menurunkan std renumerasi dosen, tp std gelar naik ke S3. Lalu, dengan Negara mensubsidi konon kesejahteraan dosen melalui insentif jafung, serdos, dan hibah2 riset, abdimas, maka dgn jaminan dosen2 S2/S3, maka PTSpts menaikkan std intake spp, namun...Renumerasi pokok dosen diturunkan, dgn logika dosen2 mengurus administrasi dan memenuhi syarat2 BKD PAK dsbnya, akan mendapatkan insentif2 tsb diatas. Sehingga menghemat pengeluaran2 utk menggaji dosen2.Kita belum bicara soal kapitalisasi dan dominasi scopus indeksasi jurnal. Indonesia yg begitu besar dan luas, mungkin bakal kalah rankingnya QS, dll ,  sekejap lagi dgn Brunei.

Manusia Hibrida dan Pendidikan Hibrida: Kerancuan Teknologi dan Kemanusiaan

 Hibrida itu untuk tanaman biologis, dimana mereka akan diam saja ketika dua bibit berbeda dijadikan percobaan untuk menghasilkan varietas baru yang diharapkan menjadi lebih unggul dari kedua asal bibitnya. Pra-anggapan ini pada makhluk hidup yang tidak diberikan kemampuan untuk merespon balas terhadap apa yang terjadi pada dirinya, hendak diterapkan pula pada makhluk yang disebut manusia, yaitu diri kita, makhluk yang punya daya responsif dan kemampuan untuk refleksi diri. Kenyataan kemajuan teknologi memungkinkan manusia untuk diuji cobakan menjadi hibrida dengan mesin, hingga hibrida dalam segala bidang termasuk teknik menghibridakan pembelajaran yang fisikal menjadi virtual. Dengan pra-anggapan kalau pada padi bisa menghasilkan varietas unggul, kenapa tidak dengan manusia unggul hasil hibrida dengan teknologi? Teknologi adalah hasil upaya manusia untuk mengatasi kesulitan hidupnya menghadapi tantangan dan hambatan dalam melangsungkan kehidupan di bumi. Teknologi pula yang merupakan

Latar Mengapa Pendidik Memanfaatkan Peserta Didik

 Ada beragam keluhan terhadap buruknya pendidikan di Indonesia, bukan lagi karena bangunan fisik yang suram dan tak terawat, melainkan datang dari pengelolaan pembelajaran dan kualitas perilaku pengajarnya. Perilaku pimpinan yang menganggap penyediaan dan penyiapan bahan dan materi ajar hanyalah bagian yang menjadi hak kewajiban dari pengajar, tanpa memedulikan bagaimana penyusunan suatu kurikulum memerlukan sarana / prasarana mulai dari ketersediaan dan kelengkapan buku-buku dan jurnal-jurnal terbaik dan termutakhir hingga waktu untuk membaca, berpikir, menafsirkan, memahami dan merumuskan kembali ke dalam bahan ajar dan silabus - yang juga perlu memerhatikan dalam praktiknya kondisi kemampuan peserta didik yang beragam. Betapa abal-abalnya bila seorang pimpinan institusi pendidikan tega memberikan saran agar pengajar menganibal saja materi-materi pembelajaran yang dapat dilayari di jaringan internet dari kampus institusi lain. Atau betapa teganya pimpinan institusi bila menganggap pe

Kesungguhan dan Kepura-pura-an

 Belakang hari ini semakin terlihat betapa mirisnya dunia pendidikan tanah air dijalankan. Pengejaran ranking menjadi komando tertinggi, bukan dengan memperbaiki infrastruktur dalaman, namun menonjolkan luaran-luaran, dengan target minimum syarat dan kompetensi. Yang diutamakan adalah pengisian kolom-kolom penilaian, tanpa ada waktu dan perhatian lagi untuk melihat apa yang di-wakilkan oleh angka-angkat penilaian tersebut. Yang terpenting adalah 'check-list' semua syarat-syarat terpenuhi. Ambil contoh perpustakaan, jumlah buku, dan presentase tahun terbit serta judul-judul yang bisa dipakai untuk mendukung akreditasi sekaligus semua program studi jauh lebih diutamakan, ketimbang memeriksa kesesuaian ketersediaan isi buku, judul dan jumlah dengan kebutuhan bagi para pendidik dan peserta didik. Angka-angka penilaian perpustakaan adalah bagian yang paling mudah untuk dimanipulasi datanya. Bagian-bagian fasilitas perpustakaan mudah untuk didokumentasikan sekedar melengkapi daftar p

Bangsa yang Maju adalah Bangsa yang Menyejahterakan Para Pendidiknya, bukan sebaliknya.

 Apa yang sudah dilakukan oleh para penguasa dan pengusaha negeri ini terhadap peran para pendidik di sekolah dan perguruan tinggi? Memberikan hibah dan insentif dengan segudang persyaratan wajib dipenuhi, sebagai pengalihan rasional atas rendahnya honorarium yang diberikan pada para pendidik tersebut. Pendidik zaman sekarang tidak lagi dihargai hanya karena tingginya tingkat pendidikannya, maupun luas dan dalam keilmuan yang mereka sumbangkan. Tetapi, kewajiban mengabdikan ilmunya, dan melakukan penelitian untuk memajukan masyarakat. Sungguh mulia! Namun, diharapkan dengan mengandalkan segala keterbatasan sumberdaya yang dapat disediakan oleh negara maupun para pebisnis pendidikan tinggi. Gaji kecil, tunjangan sedikit tuntutan bertumpuk. Bahkan, menghitung jasa profesi pendidik dengan takaran UMR buruh pabrik. Dimanakah otak dan nurani menteri-menteri pendidikan, tenaga kerja dan keuangan berada? Menyama-ratakan peran pendidik dengan pekerja buruh pabrik? Sudah jelas dan mudah diramal

Kisah Negeri yang Tak Kunjung Menghargai Jasa Pendidiknya

0.Esei ini dituliskan sebagai refleksi atas suatu masa dimana penulis hidup dan mengalami sendiri betapa mendapatkan kesejateraan dari penghidupan melalui minat dan niat terhadap dunia ilmu pengetahuan kemudian membagikannya kepada anak-anak bangsa tidaklah memberikan jaminan kelayakan hidup. 1.Ada kesan dosen itu bukan profesi sebagaimana pekerjaan lainnya boleh mendapatkan kelayakan renumerasi yang berkecukupan, seolah-olah itu sebuah tabu. Bahkan, muncul motivasi negatif dari orang-orang yang konon berjiwa sosial mengabdikan hidupnya di luar dunia kependidikan dan menjadikan usaha dagangnya memberi manfaat bagi masyarakat yang lebih luas ketimbang hanya di civitas akademika. 2.Terdapat kebingungan membedakan mana konteks menyejahterakan profesi pendidik dan mana konteks sosial peran pendidik sebagai personal makhluk sosial menyejahterakan masyarakat sekelilingnya. Yang satu sebagai dosen bertanggung-jawab atas pengembangan keilmuannya, membangun 'body of knowledge' menjadi

Kebutuhan dan Penawaran: Sebuah Saran

A nda mungkin punya banyak hal yang ingin disampaikan, banyak pengetahuan yang ingin disumbangkan. Pengetahuan itu tidak pernah dirasakan cukup, dan ada kebahagiaan tersendiri apabila dapat kita bagikan ke orang-orang di sekitar kita. Namun, ada kalanya, seringkali malah, orang-orang disekitar anda bukanlah mereka yang ramah dan terbuka pada apa yang Anda sampaikan. Seringkali pula, harga diri dan gengsi menahan pintu hati untuk menerima sumbangan pikiran dari Anda, meski bibir mereka mengucapkan hal yang kontradiktif. Silahkan, pak, bu, kami dengan senang hati menerima masukan dan pandangan dari bapak ibu. Haha, hipokrisi bukan barang baru di masyarakat kita. Ketika Anda punya sesuatu untuk diberikan, namun Anda dipandang bukan seseorang yang berkompeten, atau tepatnya bukan seseorang yang dikenal, terkenal, atau punya banyak followers, maka apa yang menjadi pikiran dan pandangan Anda bukanlah sesuatu yang penting apalagi berharga menurut mereka. Dunia sekitar kita sangat kompetitif,

Beberapa Hal dan Sesuatu yang Tak Penting

N iat baik dan ketulusan tidak serta merta akan tampak pada wajah dan perbuatan kita, karena terdapat 'kacamata' persepsi yang menggantang di mata tiap-tiap orang yang memandang. Maksud hati memberikan contoh melalui mata perkuliahan yang diampu rekan mengajar, supaya dibantu dengan tanpa kerja ekstra melainkan memakai kembali yang dilakukan rekan pembelajar dalam kelas. Namun, cara pandang dari rekan dosen ini justru membaca tindakan tersebut sebagai curi kesempatan memanfaatkan pembelajar dan kelasnya untuk kepentingan pribadi penulis yang notabene adalah atasannya yang berharap belas kasih simbiosis mutualis. Akhirnya memang kembali kepada sikap moral masing-masing. Kalau memang hidupnya sudah dinaungi oleh cara memandang dan bersikap antisipasi dan penuh kehati-hatian, serta syak-wasangka, maka upaya apapun yang kita lakukan dari luar akan penuh pengorbanan. Apakah pengorbanan itu layak dan perlu untuk kita lakukan. Kalaulah masih ada cara lain, maka tinggalkan saja, karena