Skip to main content

Seorang Umat yang Belajar Memahami Islam 19

Memasuki bulan ramadhan, selalunya kita dengar bahwa 'Ramadhan' adalah tamu, sesuatu yang terdengar klise dan klasik.
Padahal kalau dipikir-pikir sebenarnya kitalah yang menjadi tamu Allah dan Allah SWT menyediakan ruang tamu itu di bulan Ramadhan (yang terberkati ini).

Dimana-mana ustadz dan ustadzah berlomba-lomba memberikan ceramah agama, sayangnya masih lebih banyak yang tenggelam dalam ucapan-ucapan bersifat klise, protokoler, dan seremonial tanpa kesungguhan yang datang dari dalam, dari pengalaman atau dari pemahaman dari pembacaan.
Kemunduran secara material umat Islam saat ini seringkali disalahkan akibat kemunduran moral keagamaan umat Islam itu sendiri dan ini sering dilimpahkan kesalahannya pada umat semata. Kekalahan ini adalah akibat dari dalam diri umat Islam sendiri, seorang penceramah agama berkata tanpa merinci siapakah umat Islam itu, dan apakah ustadz/dzah dan ulama itu termasuk di dalamnya atau tidak?
Para penceramah agama seringkali hanya mengulang-ulang apa yang anak-anak sampai nenek-nenek sudah mengetahuinya. Tanpa ada usaha menyegarkan kembali dengan contoh-contoh yang lebih memberi pencerahan bagi pendengarnya.
Misalnya tentang perlukah menghafal atau mengetahui makna tiap-tiap bacaan solat. Dijawab sekenanya bahwa itu diharuskan karena dalam setiap waktu kita selalu belajar dan belajar sepanjang hayat. Ini adalah ungkapan klise yg semua orang sudah tahu, alangkah lebih baiknya kalau si penceramah agama memberikan penjelasan yang mengajak pendengarnya ikut berpikir.
Mengajak umat berpikir adalah cara Allah yang terungkap selalu dalam surat-surat Al Quran: Tidakkah kamu berpikir?
maka alangkah baiknya kalau ada alternatif penjelasan mengapa dalam solat kita perlu belajar mengetahui makna dan arti setiap bacaan sepanjang melakukan solat itu misalnya: adalah karena solat adalah 'doa'. Arti yang sederhana ini mendapat makna mendalam setelah datangnya perintah 'solat' dalam islam yang berarti rukun ibadaha yang dimulai dari takbiratul ihrama hingga salam penutup. Ada adab-adab yang tersusun rapi dalam melaksanakan 'doa' dalam islam ini. Dan sebagai sebuah 'doa' apakah kita tidak ingin mengetahui apa yang kita doakan itu? Kalau kita manusia normal, tentu saja iman kita yang sederhana sekalipun ingin berdoa dan mengetahui apa yang kita doakan sepanjang solat itu. karena itu mengetahui makna ucapan-ucapan dalam solat adalah sesuatu yang 'common sense', sesuatu yang harafiah sesuatu yang menjadi sebuah fitrah bagi manusia yang meyakini doa kepada Allah SWT.

Comments

Popular posts from this blog

...kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.

“Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.” (QS. 17:16) Indonesia . Negeriku tercinta. Sudahkah tiba waktunya untuk bangkit (menjadi sadar kembali) dari tidur panjangnya? Surah Al Israa’ ayat 16 itu benar-benar sesuai mencerminkan keadaan negeri kita ini. Tidakkah kita dengar berbagai perbincangan, diskusi dan debat di berbagai media tentang kebangkitan nasional, kebangkitan bangsa, dan kebangkitan harga diri manusia Indonesia ? Namun adakah kita dengar sejurus tentang kebangkitan ‘akhlak’ didengungkan oleh sesiapa (yang bukan penceramah agama)? Adakah kita berbicara tentang kembali kepada fitrah manusia sebagai makhluk yang ber-Tuhan? Akh, itu omong kosong saja. Mungkin dianggap naif, dengan melih...

ketika seseorang tiada berdaya

Ketika orang tak berdaya, dan ia tak punya tempat untuk berpaling memohon pertolongan, sedangkan hatinya t’lah melupakan Sang Khaliq maka kekerasan adalah jalan pintas untuk membalas. Ketika pertolongan yang diharapkan tak kunjung tiba sedangkan jiwa seseorang itu tak mampu lagi menarik hikmah dari kejadian yang menimpa dirinya, maka sekali lagi kekerasan adalah jalan pintasnya. Si Miskin yang miskin harta sekaligus miskin jiwanya berjumpa dengan Si Kaya yang kaya harta tapi miskin jiwanya seperti Si Miskin. Si Miskin berburuk sangka, demikian pula Si Kaya berburuk sangka pula. Si Miskin karena kemiskinannya berpikir Si Kaya-lah penyebab kemiskinan-kemiskinan di dunia. Si Miskin yang karena kemiskinannya kurang makan ditambah pula miskin jiwanya pada akhirnya menjadi bermalas-malasan. Sedangkan Si Kaya karena kesuksesannya menjadi lahap makan tak kenyang-kenyang, enak kurang enak, sedap kurang sedap, sementara jiwanya tetap kosong kelaparan pada akhirnya menjadi bermalas-malasan ju...

Kejadian Alam-kah yang akan menyatukan umat manusia?

Akhir-akhir ini setiap ujung tahun kita selalu menanti dengan was-was, kejadian alam apa lagi yang akan mengakibatkan bencana bagi manusia? Dimana akan terjadi? Berapa banyak lagi korban yang akan jatuh? Saya menjadi bertanya-tanya pada diri sendiri, apakah ajakan-ajakan peperangan yang terjadi di luar sana akan berhenti apabila bencana alam melanda mereka yang mengajak berperang itu? Ataukah mereka akan meneruskan propaganda perang dengan alasan keselamatan umat manusia? Tapi begitulah manusia adanya, tidak mau mengalah walaupun sudah kalah dan akan kalah. Semua kejadian di dunia ini seperti sudah tertulis dengan sendirinya. Berkenaan dengan sifat dan sikap manusia yang makin lama makin buruk, saling menikam, saling tak acuh, saling curiga, memang menyesakkan dan membuat capek. Tapi itulah kenyataannya, dan secara bersamaan juga sunatullah alam yang sudah digariskan berjalan. Perubahan alam, gempa bumi, retakan kerak bumi, pergeseran lempeng bumi, es mencair, gunung meletus, semuanya...