Skip to main content

Renungan Seorang Umat yang Belajar Menjadi Muslim 12

Gold, Gospel dan Glory dan tradisi Jihad dalam beragama
(Sebuah tanggapan sederhana terhadap pidato (ilmiah) Pope Benecdictus 12.9.2006)

Sebenarnya jihad atau berjuang atas/dengan/dibawah panji agama bukanlah khas milik Islam saja. Kata Jihad memang berasal dari Arab dan dipopulerkan oleh umat Islam dalam berjuang mempertahankan diri dan memperluas pengaruh Islam yang telah dilakukan sejak jaman Nabi dan para sahabat sampai dengan pendirian dinasti-dinasti kesultanan.
Islam sebagaimana dicontohkan oleh Rasullullah s.a.w mengajarkan bahwa agama (islam) tidak dipisahkan dari kehidupan bernegara dan berbangsa. Agama menyatu dengan politik, sosial dan budaya. Sistem pemerintahan yang dijalankan Nabi adalah musyawarah dan kekhalifahan, bukan otoriter dan kerajaan (empire).
Kalaupun terbentuk kesultanan-kesultanan oleh bangsa Arab, itu adalah bentuk pemikiran politik kerajaan sendiri, tetapi bukan berasal dari kekhalifahan yang dicontohkan Nabi. Apa yang diajarkan Nabi bukanlah bentuk fisikal dari sebuah sistem pemerintahan, apakah berbentuk republik, kerajaan atau lainnya, tetapi lebih kepada inti sifat memerintah itu sendiri, yaitu meletakkan iman di atas segalanya, dan disertai penggunaan akal yang sehat dalam menjalankan pemerintahan.

Akal dan iman dalam islam tidak pernah dipisahkan sebagai dua hal yang berbeda atau bertolak belakang.

Sementara itu, dalam pandangan barat, agama kristiani sendiri datang dari timur (tengah) juga mengandung unsur jihad yang kental. Gold, Gospel and Glory adalah motto suci kolonialisme dan imperialisme barat di abad ke 16 hingga 18. Gold adalah pencarian harta, disertai Gospel penyebaran agama kristiani dan mencapai kejayaan Glory.
Imej Islam disebarkan melalui pedang, terjadi karena pada awal lahir dan membesarnya Islam adalah masa-masa barat dalam kegelapan. Terjadi banyak peperangan di mana-mana, karena muncul banyak penguasa-penguasa otoriter dan korup. Pada saat yang sama Islam sedang membesar dan perluasan wilayah kerajaan sedang giat dilakukan bersamaan dengan upaya-upaya membebaskan berbagai wilayah jajahan imperial kerajaan seperti Romawi yang rusak akhlak dan moralnya. Kenyataan bahwa kedatangan Islam membawa perubahan pada tatanan kehidupan di berbagai wilayah bekas jajahan imperial barat abad ke 9 sampai 12, jarang diungkapkan dan dipopulerkan oleh sarjana barat. Suatu bentuk pengkhianatan kaum cendekiawan barat yang dikenal 'demokratis'.

Kalau barat boleh menuduh Islam disebarkan dengan kekerasan, maka timur pun boleh menuduh penyebaran Kristiani melalui penjajahan kolonial/imperial Barat. Saling tuduh menuduh ini tidak akan ada habisnya. Karena pada dasarnya, selalu muncul manusia-manusia yang bertopeng dan berselindung di sebalik diskursus agama untuk kepentingan pribadinya.

Kesilapan terbesar yang sebenarnya bisa sangat tidak berarti yang diucapkan oleh Pope Benecdictus itu adalah, karena melihat situasi tegang Islam-Barat mewakili Kristiani, dia menggunakan contoh dari percakapan Kaisar Manuel dengan Sang Bijak dari Persia (entah siapa namanya). Contoh itu ia gunakan untuk mempertanyakan,"Apakah bertindak tidak secara rasional (tindakan yang tidak masuk akal), itu bertentangan dengan kodrat (hakikat) Allah?"

Dalam kutipannya, Pope Benecdictus, secara tergesa mengambil perumpaan ucapan Kaisar yang katanya terpelajar tetapi terburu-buru dalam mengambil kesimpulan. Katanya, Kaisara secara mengherankan memakai cara langsung ke dalam pertanyaan utama tentang hubungan antara agama dan kekuasaan kepada rekan diskusinya.
Kaisar berkata,"Tunjukkanlah, apa yang dibawa Muhammad dan Anda hanya akan menemukan yang buruk dan tidak manusiawi, seperti bahwa ia memerintahkan agar iman yang diwartakannya disebarluakan dengan pedang. Hal ini bertentangan dengan kodrat Allah dan kodrat Jiwa....Allah tidak mencintai darah dan tidak bertindak rasional itu bertentangan dengan hakikat Allah."

Tanpa membuat klarifikasi lebih lanjut atas penggunaan contoh kutipan diatas, Pope mengajak masuk kedalam diskusi soal 'Tindakan rasional atau tidak rasional' kaitannya dengan 'kodrat atau hakikat Tuhan'. Selanjutnya apa yang dikemukan Pope adalah sekitar masalah 'akal budi' manusia dan 'struktur rasional' dalam memahami kehendak Tuhan.
Dalam logika terpelajarnya, Pope, mengambil ucapan Kaisar bahwa bertindak tidak rasional (dengan Logos) itu bertentangan dengan hakikat Allah, dan seterusnya berbicara secara falsafati tentang rasionalisme mana yang berkesusaian dengan masa depan. Dunia Barat katanya, telah membahayakan akal budi dengan menghindari pertanyaan-pertanyaan mendasar ini.

Adalah hal yang mengeherankan karena ucapan pertanyaan dari Kaisar ttg tindak tidak rasional itu tidak dikaitkan juga dengan Gold Gospel Glory yang begitu terkenal dari Barat, dimana ketika itu Raja-raja dan pemerintahan Kolonial/Imperial Barat mendapatkan persetujuan resmi dari Gereja-gereja untuk 'menjajah' timur dengan alasan 'membangun peradaban (yg maju)'.

Dalam tradisi intelektual Barat dan Kristiani, memang jelas terjadi gesekan-gesekan keras antara rasio dan iman. Dengan lahirnya filsafat Barat, iman ditantang oleh akal, dan pada titik ekstrimnya, beberapa filsafat memang mematikan Tuhan dalam wacananya dan menukarnya dengan istilah-istilah yang dianggap lebih rasional. Filsafat menjadi tempat proses merasionalkan Tuhan sebagai upaya pencapaian akal manusia dalam memahami tindak tanduk ketuhanan. Sebagai akibatnya dikalangan beberapa penjaga agama dan iman kristiani ada yang beranggapan 'akal' adalah jebakan syaitan atau esktrimnya akal adalah tempat bersemayam syaitan itu sendiri.

Hal inilah yang berulang disebut dalam tradisi intelektual Islam, yaitu peringatan-peringatan agar jangan sampai menafsirkan agama (Islam) dengan memperturutkan hawa nafsu dan akal manusia semata. Dalam Islam, senjata yang diberikan oleh Allah S.W.T untuk melawan godaan syaitan dan hawa nafsu adalah AKAL DAN IMAN.
Dua buah senjata ini tidak boleh dipisahkan, sejak awal mula intelektual Islam bertarung dengan dirinya sendiri untuk menjaga keseimbangan holistik antara iman dan akal. Jauh sebelum ungkapan Einstein, si ahli fisika teori relatifitas soal akal tanpa iman adalah lumpuh, dan iman tanpa akal adalah buta, tradisi intelektual Islam sudah membentuknya sejak awal.

Kalau Pope ingin agar kaum intelektual universitas memikirkan kembali makna 'rasional' yang seperti apa agar tidak membunuh keimanan seperti yang sudah terjadi pada era modern ini, seharusnya dia tidak menggunakan contoh kutipan asumsi pribadi Kaisar Manuel yang mempertanyakan jalan pedang yang ditempuh dalam penyebaran Islam oleh Nabi.
Kelemahan dari premis yang diambil oleh Pope ada dua.
Yang pertama, untuk ucapan ilmiah, seharusnya tidak boleh mengambil ucapan yang bersifat hipotesa atau asumsi yang sepihak. Ucapan Kaisar Manuel yang dikatakan terpelajar itu berdasarkan asumsi sepihak dirinya semata, tanpa ada pembuktian dan penelaahan lebih lanjut. Lagipula, ucapan itu adalah sekian puluh tahun yang lalu diucapkan dan sementara waktu berlalu sudah sekian puluh buku dan tulisan yang menolak pandangan itu baik dari umat Islam sendiri apalagi dari cendekia Barat yang mendalami Islam, seperti Murad Hoffman yang di usia senjanya menulis buku seperti Der Islam als Alternative (Islam:The Alternatif) karena Pope bicara di publik Jerman, sepatutnya ia pun tahu isi buku ini.

Filsafat telah pun sampai kepada tujuan berkeinginan memahami bagaimana dan kenapa Tuhan berbuat atau berpikir. Sedangkan dalam Islam, sebenarnya tidak ada filsafat secara terbuka tetapi yang ada adalah Hikmat Berpikir dengan tujuan memahami bagaimana dan kenapa Allah selalu berpesan dalam Quran,"Tidakkah kamu berpikir....perhatikanlah tanda-tanda..."
Jadi tujuan hikmat berpikir bukan mempertanyakan Tuhan, tetapi mengenal dan mempelajari tanda-tanda ketuhanan yang tersebar di dunia, bumi , langit, tanah, air, mikro dan makro.

Dalam Islam (memahami ALlah S.W.T) tidak bisa dengan ukuran berpikir secara relatif, seperti adanya oposisi biner, makna arbiter, kutub dikotomi dan paradoksal. Sementara Pope mempertanyakan 'rasional' yang seperti apa dan menyuarakan soal keagungan akal budi (Logos), dimana ia ingin agar rasionalitas yang sudah menguasai barat dewasa ini didefinisikan kembali agar menyatu dengan iman kembali. Ini adalah permasalahan Barat dan iman kristiani yang pernah dipisahkan dengan akal.
Tidak demikian dengan Islam, adalah baik sekali kalau memang Pope mau berdialog soal akal dan iman dari sudut pandang Islam.
Karena untuk mencapai kepahaman ttg Tauhid, iman dan akal harus senantiasa menyatu dalam keadaan seimbang dan sadar. Meskipun demikian ketauhidan Allah dengan segal tindak tanduk-Nya tidak dapat di ukur dengan cara menimbang ala akal manusia. Sekali lagi coba perhatikan ungkapa Lao Zhe, pengajar tradisi Tao, bahwa Tao yang bisa diungkapkan bukanlah Tao sejati. Selaras dengan pemikiran itu, tidak ada kemungkinan sedikitpun bagi manusia untuk memahami mengapa dan kenapa Allah bertindak sesuatu. Dengan demikian, mengkategorikan tindakan rasional atau tidak sebagai bertentangan atau tidak dengan hakikat Tuhan, adalah sesuatu yang perlu dihindari. Karena lebih besar mudarat daripada manfaatnya.
Manusia tidak akan pernah bisa mendefinisikan Tuhan, dan segala perbuatan Allah itu ada di luar kategori-kategori yang boleh dipikirkan manusia. Bahkan Ia diluar kategori imanen dan transenden yang disepakati filsafat maupun teologi. Yang dapat dipahami manusia hanyalah sebatas tanda-tanda yang Ia tunjukkan.

Kita tidak bisa mensejajarkan pandangan soal rasional atau tidak bagi pikiran manusia, dengan apakah itu bertentangan atau tidak dengan kodrat-hakikat Allah.
Untuk tujuan mendalami kodrat Allah, ianya berada di wilayah bukan untuk pengetahuan awam. Dalam Islam, pembelajaran perkara-perkara ini adalah bagi umat Islam yang ingin mencapai tahap ma'rifat, dan untuk itu diperlukan berbagai amalan-amalan yang lebih mendalam dan keikhlasan serta kesucian jiwa dan pikir agar tidak tersesat. Karena Allah S.W.T telah memperingatkan bahwa hal-hal demikian yang ghaib, manusia tidak mengetahuinya melainkan sedikit. Dan Pope Benecdictus sebagai seorang beriman (kristiani) dan terpelajar tentunya paham dan mengerti bahwa persoalan ini yang tidak seharusnya di bawa kepada awam.
Insya Allah, Allah S.W.T membuka pintu hati umat manusia yang tersekat jiwanya dan menurunkan hidayah dan perlindungan-Nya kepada umat Islam sepanjang bulan Ramadhan ini dan sesudahnya. Amin.

Comments

Assalamu 'alaikum Pak...
Salam kenal...
Benar sekali apa yang bapak uraikan..mudah2an semakin banyak yang tercerahkan atas kesalahan pandangan terhadap islam, baik dari non muslim maupun muslim sendiri...

Regards
Bambang Wisanggeni

Popular posts from this blog

Kapitalisasi Perguruan Tinggi: Pendidikan dan Profesi Tanpa Masa Depan

 [draft]  Logika kapitalisnya kira2 begini: ada tren PTSpts menurunkan std renumerasi dosen, tp std gelar naik ke S3. Lalu, dengan Negara mensubsidi konon kesejahteraan dosen melalui insentif jafung, serdos, dan hibah2 riset, abdimas, maka dgn jaminan dosen2 S2/S3, maka PTSpts menaikkan std intake spp, namun...Renumerasi pokok dosen diturunkan, dgn logika dosen2 mengurus administrasi dan memenuhi syarat2 BKD PAK dsbnya, akan mendapatkan insentif2 tsb diatas. Sehingga menghemat pengeluaran2 utk menggaji dosen2.Kita belum bicara soal kapitalisasi dan dominasi scopus indeksasi jurnal. Indonesia yg begitu besar dan luas, mungkin bakal kalah rankingnya QS, dll ,  sekejap lagi dgn Brunei.

ketika seseorang tiada berdaya

Ketika orang tak berdaya, dan ia tak punya tempat untuk berpaling memohon pertolongan, sedangkan hatinya t’lah melupakan Sang Khaliq maka kekerasan adalah jalan pintas untuk membalas. Ketika pertolongan yang diharapkan tak kunjung tiba sedangkan jiwa seseorang itu tak mampu lagi menarik hikmah dari kejadian yang menimpa dirinya, maka sekali lagi kekerasan adalah jalan pintasnya. Si Miskin yang miskin harta sekaligus miskin jiwanya berjumpa dengan Si Kaya yang kaya harta tapi miskin jiwanya seperti Si Miskin. Si Miskin berburuk sangka, demikian pula Si Kaya berburuk sangka pula. Si Miskin karena kemiskinannya berpikir Si Kaya-lah penyebab kemiskinan-kemiskinan di dunia. Si Miskin yang karena kemiskinannya kurang makan ditambah pula miskin jiwanya pada akhirnya menjadi bermalas-malasan. Sedangkan Si Kaya karena kesuksesannya menjadi lahap makan tak kenyang-kenyang, enak kurang enak, sedap kurang sedap, sementara jiwanya tetap kosong kelaparan pada akhirnya menjadi bermalas-malasan ju

Osamu Tezuka and The Heart of Manga

Pada awalnya di Jepang, komik secara umum di kenal dalam dua bentuk, yaitu ‘manga’ dan ‘gekiga’. Manga sebagai model komik yang mendapat pengaruh dari masuknya kartun-kartun eropa dan amerika generasi awal, yang muncul terlebih dahulu menjadi sedemikian populernya sehingga menjadi role model dalam membuat komik. Kemapanan ini menimbulkan pergerakan dari pinggiran, anak-anak muda banyak yang menginginkan perubahan dan mencari bentuk-bentuk baru. Muncullah ‘gekiga’ yang secara harfiah bertolak belakang dengan ‘manga’ secara umum pada masa itu. Gekiga mengambil sudut pandang realisme-sosial yang menggunakan pendekatan yang lebih dramatis dan moody, tetapi biasanya penuh aksi laga yang menyangkut kondisi masyarakat pinggiran yang keras. Begitulah sekilas tentang ‘manga’ dan ‘gekiga’ sebagai rival yang saling menyeimbangkan, sebelum akhirnya muncul sebuah nama yang secara tak langsung menyatukan kualitas kedua bentuk komik Jepang tersebut, yaitu Osamu Tezuka, sang ‘Manga no Kamisama’ atau ‘