Sepertinya sudah tiba waktunya bagiku untuk menulis blog ini kembali.
Kembali go-blog setelah sekian lama vakum, tiga, empat tahun lamanya.
Dan sepertinya sekarang ini semuanya dibuat serba buram, serba abu-abu. Lalu orang-orang, ya itu, kita, kamu, dia dan mereka, semua disuruh pinter-pinter memilih sendiri abu-abu buram mana satu yang disukai, atau paling engga mendekati yang disukai, kalaupun tidak, ya, mendekati yang paling tidak disukai.... sedikit.
Maka Jadilah.
Baru saja aku baca sebuah novel jawara ibukota tahun lalu yang sudah men-tiga, seperti mentega rasanya. Cerita yang absurd, dengan tokohnya yang benda mati dihidupkan, serta pengembaraan metaforis kesana kemari tak jelas juntrungan.
Tapi, itu novel jawara. Sekali lagi jawara, seorang penulis blog picisan macam saya ini, harus berendah hati, jangan seperti Aku yang sok tinggi hati memahami seisi dunia.
Hampir setiap hari dalam perjalanan menyusuri jalanan ibukota sekedar singgah ke tempat kerja lalu berleha-leha, berpikir, memikirkan yang orang lain tak pikirkan. Tentu saja, buat apa orang lain memikirkan pikiran Anda.
Tapi, seusai solat, ternyata kebanyakan manusia Indonesia dewasa ini sibuk dengan memikirkan apa yang dipikirkan orang lain. Tentang apa saja. Apa yang ada dalam pikiran si anu ketika melihat anunya anu menganukan keanu-anuan anunya anu.
Kembali go-blog setelah sekian lama vakum, tiga, empat tahun lamanya.
Dan sepertinya sekarang ini semuanya dibuat serba buram, serba abu-abu. Lalu orang-orang, ya itu, kita, kamu, dia dan mereka, semua disuruh pinter-pinter memilih sendiri abu-abu buram mana satu yang disukai, atau paling engga mendekati yang disukai, kalaupun tidak, ya, mendekati yang paling tidak disukai.... sedikit.
Maka Jadilah.
Baru saja aku baca sebuah novel jawara ibukota tahun lalu yang sudah men-tiga, seperti mentega rasanya. Cerita yang absurd, dengan tokohnya yang benda mati dihidupkan, serta pengembaraan metaforis kesana kemari tak jelas juntrungan.
Tapi, itu novel jawara. Sekali lagi jawara, seorang penulis blog picisan macam saya ini, harus berendah hati, jangan seperti Aku yang sok tinggi hati memahami seisi dunia.
Hampir setiap hari dalam perjalanan menyusuri jalanan ibukota sekedar singgah ke tempat kerja lalu berleha-leha, berpikir, memikirkan yang orang lain tak pikirkan. Tentu saja, buat apa orang lain memikirkan pikiran Anda.
Tapi, seusai solat, ternyata kebanyakan manusia Indonesia dewasa ini sibuk dengan memikirkan apa yang dipikirkan orang lain. Tentang apa saja. Apa yang ada dalam pikiran si anu ketika melihat anunya anu menganukan keanu-anuan anunya anu.