Skip to main content

Hukum Allah vs Hukum Manusia

Saya bukan pakar syariat Islam, juga bukan penghafal Quran, dan apalagi seorang pakar Islam. Tetapi sebagai umat yang berserah diri, kadang-kadang hal-hal seperti ini menjadi pikiran juga.
Entah bagaimana muncul seolah-olah ada permusuhan Allah dan Manusia, antara hukum yg berasal dari Allah dan hukum yang disusun oleh Manusia.
Sebenarnya pelik kalau menyebut bahwa ada hukum yang diciptakan manusia, karena hukum tidak diciptakan tapi desain, disusun, dan dikembangkan bahkan dimanipulasi untuk kebutuhan manusia. Dalam pembuatan hukum-hukum itu tidaklah semata-mata hanya akal manusia saja yang bekerja, didalam proses tarik ulur dan susun ulangnya pasti akan terlibat juga manusia-manusia yang juga beriman dan mengandalkan pertolongan atau ilham dari Allah.
Allah tidaklah bermusuhan dengan Manusia, sebaliknya Manusia pun tidaklah bermusuhan dengan Allah. Hanya Syaitan bermusuhan dengan Manusia.
Manusia dapat berbuat salah, dalam kesalahannya dapat dikarenakan oleh tipu muslihat Syaitan. Karena itu hukum-hukum yang dibuat manusia untuk kepentingan manusia sekalipun dapat terdapat kesalahan dan manipulasi Syaitan. Tetapi secara total menolak mentah-mentah bahwa hukum manusia bertolak belakang atau bermusuhan dengan hukum Allah adalah suatu cara pikir yang salah kaprah.

Bagaimanapun hukum Allah adalah hukum bagi internal dalam diri manusia secara individu. Kesalahan dalam menjalankan hukum Allah bukanlah serta-merta dihukum secara fisik, tetapi berupa dosa-dosa. Dan bagaimanapun sempurna hukum Allah ketika diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat manusia, hukum itu akan melalui proses pemanusiaan.
Sebagai contoh kasarnya adalah hukum atau syarat seorang lelaki untuk dapat kawin lagi dengan calon istri yang kedua. Syaratnya harus mendapatkan izin dari istri pertama. Nah, bagaimana bentuk, format, formalitas, legalitas, perizinan dari istri pertama adalah proses 'pemanusiaan' dari hukum Allah kepada hukum manusia. Bagaimana agar manusia tidak memanipulasi hukum Allah soal perkawinan lebih dari satu dan kurang dari lima adalah kewajiban manusia untuk terus menerus mengkaji, mengembangkan dan menyenmpurakan hukum manusianya.
Apakah perizinan dari istri pertama cukup secara lisan? Apakah perlu ada saksi? Apakah harus dengan surat tertulis dengan cap jari dan tanda tangan? Bagaimana dengan kesaksian bahwa proses meminta izin istri pertama untuk kawin lagi ini tidaklah melalui proses manipulasi atau intimidasi?
Banyak lagi detil-detil yang mana untuk menegakkan hukum Allah, dibutuhkan pemikiran dan kejujuran dari manusia untuk menerapkannya dan menjalankannya melalui hukum manusia.
Kita yakin bahwa hukum Allah itu baik, tetapi bukan berarti karena hukum dari Allah itu baik, maka dalam menjalankan hukum itu dengan sendirinya menjadi baik belaka. karena justru dalam menjalankan hukum Allah itulah, manusia senantiasa diintai oleh Syaitan untuk melakukan kesilapan-kesilapan.

Comments

Popular posts from this blog

Qissatul Iman: Kisah Mencari Tuhan

Buku ini di tulis oleh Syekh Nadim Aj-Jisr, berupa uraian percakapn teologis-filosofis tentang wujud Tuhan. Wujud Tuhan dalam pengertian disini bukan wujud dalm bentuk 'shape' atau 'form', tetapi wujud keberadaannya di alam semesta, terutama dalam wujud abstraksi pemikiran. Perbedaan yang semakin menjurang antara pemikir dan pemikiran Islam dan Barat adalah diakibatkan dari di satu pihak kejumudan umat Islam terhadap pemikiran tertentu, dan kebebasan ekstrim dalam berpikir di pihak pemikir/pemikiran Barat. Satu-satunya manusia dan juga nabi yang diberi predikat maksum hanyalah Muhammad Rasullullah s.a.w, sebagaimana yang diimani oleh umat islam. Karena ajaran yang dibawanya bukan berasal dari pemikiran pribadi, tetapi diturunkan oleh Allah S.W.T kepada beliau. Percik pemikiran pribadinya dapat dilihat melalui tingkah laku dan perkataan yang disebut Sunnah nabi. Hanya nabi yang senantiasi dilindungi dari kesalahan dan kesia-siaan perbuatan oleh Allah, hanya beliau ya...

...kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.

“Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.” (QS. 17:16) Indonesia . Negeriku tercinta. Sudahkah tiba waktunya untuk bangkit (menjadi sadar kembali) dari tidur panjangnya? Surah Al Israa’ ayat 16 itu benar-benar sesuai mencerminkan keadaan negeri kita ini. Tidakkah kita dengar berbagai perbincangan, diskusi dan debat di berbagai media tentang kebangkitan nasional, kebangkitan bangsa, dan kebangkitan harga diri manusia Indonesia ? Namun adakah kita dengar sejurus tentang kebangkitan ‘akhlak’ didengungkan oleh sesiapa (yang bukan penceramah agama)? Adakah kita berbicara tentang kembali kepada fitrah manusia sebagai makhluk yang ber-Tuhan? Akh, itu omong kosong saja. Mungkin dianggap naif, dengan melih...

Yang terbedakan dan yang terpisahkan

Terdapat sebuah negeri yang sebahagiannya tercantum dengan dihujung benua yang lebih besar dari dirinya, dan sebahagian lagi terpecah-cacah dalam bilangan pulau berpulau. Kepulauan yang dahulunya di kenal 'N'. Bahagian negeri yang berada di kepulauan secara sunatullah melindungi negeri yang tercantum dengan di hujung benua. Dahulu kala manusia-manusia berbondong berlabuh ke berbagai belahan negeri ini. Berbagai bangsa dari negeri-negeri yang jauh menyatu dan menciptakan bangsa yang baru. Setelah sekian ribu tahun terpisah dari moyangnya, bangsa ini lupa pada asal-usul dirinya, manakala bangsa-bangsa dari negeri-negeri jauh itu kembali mendatangi mereka. Bangsa baru ini cenderung mudah berpecah-belah, sehingga kini negeri yang berada di hujung benua dan negeri yang berada di kepulauan bergaduh satu sama lain. Mereka menyebut negeri mereka yang satu 'I' dan satunya lagi 'M'. Negeri yang satu telah kurun zaman berzaman melahirkan beragam budaya dan kerajaan sehingg...