Skip to main content

Musik: Antara Mendengar dan Memainkan Sesuatu yang diHaramkan

Daripada 'Abdul Rahman bin Ghunm, katanya Abu 'Ami'r atau Abu Malik Al-Asy'ari menceritakan kepada saya, beliau mendengar Rasulullah SAW bersabda,”Sungguh akan terjadi satu kaum dari umatku yang menghalalkan zina, kain sutera, arak, dan alat-alat permainan musik.” (riwayat Al-Bukhari)

Dari Imran bin Hushain diriwayatkan bahwa ia berkata Rasullulah SAW bersabda,”Umatku suatu saat akan tertimpa fitnah, pengubahan bentuk sebagian mereka, dan pembenaman tempat tinggal merek.” Sebagian sahabat bertanya,”Wahai, Rasulullah! Bilakah itu akan terjadi?” Rasullulah menjawab,”Apabila alat-alat musik dan para penyanyi telah memasyarakat dan banyak orang meminum khamar.” (At-Tarmidzi)

Sekilas dua hadist diatas tampaknya telah dengan tegas memberikan peringatan keras berkenaan dengan musik. Baik mendengar atau memainkannya. Perkembangan musik saat ini sudah sangat meluas, yang terbesar tentunya ada di dunia hiburan, nyaris tidak ada hiburan tanpa diiringi musik. Disamping itu pengaruh musik yang demikian dalam pada diri manusia, sehinggalah muncul peringatan dari Rasullulah bahwa musik dapat membuat manusia lalai dan lupa beribadah kepada Allah SWT. Karena itu, tidaklah menherankan kalau musik ini menarik hati kalangan saintis untuk meneliti dan mencari tahu tentang pengaruh musik pada emosional dan kejiwaan manusia.

Pemahaman tentang musik kontemporer tidak saja terbatas hanya pada musik-musik hiburan. Orang-orang semakin menyadari pengaruh suara-suara disekitarnya. Suara sungai mengalir, angin bertiup, daun gemerisik, suara binatang (serangga) di malam hari, semuanya terdengar bagai sebuah simfoni musik dari alam. Dengan majunya teknologi, untuk menghasilkan musik dapat dilakukan tanpa menyentuh alat-alat musik langsung, dan lebih jauh lagi dapat diciptakan suara alat musik (jenis baru) tanpa merujuk jenis alat musik yang sudah ada sebelumnya.

Dalam perkembangan musik tidak lagi harus berupa komposisi lengkap, sebuah suara pun dapat di program menjadi musik tersendiri. Dalam psikologi, banyak penelitian membuktikan jenis-jenis musik tertentu dapat bermanfaat sebagai terapi penyembuhan.

Dalam Islam, suara dalah hal yang penting. Dalam panggilan shalat melalui suara Adzan, dan dalam membaca Al-Quran yang dilagukan. Sejak lahir manusia disadarkan oleh suara Adzan ketika ia lahir sebagai bayi dan dilaungkan adzan ditelinganya oleh sang ayahanda.

Musik terlepas dari lirik atau syair lagunya, kini banyak dijadikan alat terapi kejiwaan. Musik dapat membantu menolong pembentukan jiwa seseorang sejak ia masih dalam kandungan, demikian penelitian musik mendapatinya.

Rasullulah menganjurkan kita membaca Al-Quran dengan lagu yang seindah-indahnya. Tersirat didalamnya bahwa banyak manfaat dari membaca Al-Quran. Kalau saja musik dapat memberi manfaat yang begitu banyak, bagaimana kiranya dengan bacaan Quran yang didendangkan sejak dari jabang bayi? Ini tentunya menjadi suatu penelitian yang mempertebal keimanan umat Islam, dan tentunya merupakan suatu rahmat bagi umat manusia pada umumnya.

Hadist-hadist yang melarang musik ada banyak, penulis merujuk diantaranya 4 (empat) buku oleh pengarang yang berlainan dan mendapati beberapa hal yang menarik. Sementara terlepas dari persoalan halal dan haram terlebih dulu:
Alat musik (atau kegiatan bermusik) selalu disebutkan bersama-sama dengan; kain sutra (mungkin dimaksudkan sebagai pakaian mahal), tarian (dan penari-penari), khamar (arak), dan pesta pora.
Arak meski diharamkan dengan tegas dalam Quran, tetapi proses penuruan ayat melarang keras arak melalui tahapan-tahapan, dimulai dari akibat minum arak orang bertengkar, kemudian berkelahi hingga berakibat saling berbunuhan.
Semua hadist yang melarang musik menunjukkan pertanda-pertanda bagaimana musik itu berad dan akibat keberadaanya. Misalnya musik dimainkan saat orang berpesta pora dan mabuk-mabukkan, atau musik yang membuat orang larut berlebihan ke dalam perasaan sehingga lupa waktu untuk beribadah.

Tampaknya kesan musik mempunyai akibat buruk itu bisa kita temui misalnya di diskotik dan pesta pora yang berlebihan, tapi bukanlah musik yang menciptakan kegiatan itu, melainkan manusia yang merancangnya dan musik adalah bagian dari memeriahkan rancangan itu.

Suatu kenyataan yang berbeda sekali manakala musik digunakan dan dikreasikan untuk mencari ketenangan hidup atau relaksasi. Tidak hingar bingar, bukan pesta pora, tari-menari, tidak pula arak dan juga pakaian mahal. Untuk relaksasi seseorang perlu membiasakan kesederhanaan hidup. Bagaimanapun, musik adalah duniawi dan kreasi manusia sehingga ada batasan yang tidak boleh dicampur dengan kegiatan ibadah yang sakral, karena memang bukan pada tempatnya.

Baik secara akal maupun iman, tidaklah pantas seseorang membaca Quran sambil membunyikan audio musik sekecil apapun dengan alasan apapun. Membaca Quran membutuhkan konsentrasi dan membacanya dengan setepat mungkin. Lantunan musik akan mengintervensi konsentrasi itu dan apabila ada syair lagu yang terdengar akhirnya akan melalaikan pembacaan Al-Quran.

Demikian juga dengan shalat diselingi suara musik juga bukan pada tempatnya. Tidak mungkin mendengarkan bacaan shalat sambil diiringin lantunan musik. Akal dan iman yang benar dan lurus tentu tidak akan membenarkan hal ini terjadi.

Musik tidak pernah menjadi bagian dari dakwah Rasullulah, selain sebatas melagukan (memperindahkan) bacaan Al-Quran, Rasullulah hanya menginzinkan musik untuk keperluan 'private', seperti majelis perkawinan, perayaan hari raya, itupun dengan tidak berlebihan. Oleh sebab itu, mengharamkan musik secara mutlak menjadi sesuatu yang tampak berlebihan. Sebaliknya menganjurkan musik untuk alat dakwah juga perlu kehati-hatian. Suara adalah musik sejati, dan suara adalah seni yang tertinggi yang jangan disalah gunakan.

Dahulu kala, musik hanyalah untuk tujuan sakral, tetapi sekarang musik berkembang menjadi beragam dan ada dimana-mana. Dahulu musik dimanfaatkan untuk meningkatkan jiwa manusia dan berhubungan dengan Sang Khalik, sekarang kebanyakan musik lebih kepada kepuasan fisik dan psikis manusia. Apa yang diwanti-wanti oleh Rasullulah sudah terjadi:”...sungguh akan terjadi satu kaum dari umatku yang menhalalkan zina, kain sutera, arak dan alat-alat permainan musik...,”dan manakala hal itu sudah memasyarakat artinya,”...umatku suatu saat akan tertimpa fitnah...”

Secara ringkas, perlakuan mengharamkan atau menghalalkan musik tidak akan banyak berarti bila hanya sebatas retorika. Untuk mengubah itu semua adalah 'hati nurani', cahaya yang membentuk akhlak mulia dalam diri manusia yang perlu senantiasa dinyalakan. Amin.

Comments

Popular posts from this blog

Osamu Tezuka and The Heart of Manga

Pada awalnya di Jepang, komik secara umum di kenal dalam dua bentuk, yaitu ‘manga’ dan ‘gekiga’. Manga sebagai model komik yang mendapat pengaruh dari masuknya kartun-kartun eropa dan amerika generasi awal, yang muncul terlebih dahulu menjadi sedemikian populernya sehingga menjadi role model dalam membuat komik. Kemapanan ini menimbulkan pergerakan dari pinggiran, anak-anak muda banyak yang menginginkan perubahan dan mencari bentuk-bentuk baru. Muncullah ‘gekiga’ yang secara harfiah bertolak belakang dengan ‘manga’ secara umum pada masa itu. Gekiga mengambil sudut pandang realisme-sosial yang menggunakan pendekatan yang lebih dramatis dan moody, tetapi biasanya penuh aksi laga yang menyangkut kondisi masyarakat pinggiran yang keras. Begitulah sekilas tentang ‘manga’ dan ‘gekiga’ sebagai rival yang saling menyeimbangkan, sebelum akhirnya muncul sebuah nama yang secara tak langsung menyatukan kualitas kedua bentuk komik Jepang tersebut, yaitu Osamu Tezuka, sang ‘Manga no Kamisama’ atau ‘

Renungan seorang umat yang belajar menjadi muslim 02

(00) Ajaran islam adalah untuk kepentingan seluruh semesta baik makrokosmos maupun mikrokosmos, karena dalam Quran selalu disampaikan peringatan,”Wahai, Umat manusia....”, dan juga bukan ajaran untuk keegoisan manusia saja, tetapi juga untuk seluruh alam raya karena Allah adalah Tuhan Seru Sekalian Alam. Mengapa ajaran islam dan bukan ajaran kebenaran yang lain-lain? Kita mengenal ajaran yang bersifat welas asih, kita mengenal ajaran memandang manusia dan alam adalah satu kesatuan, kita mengenal ajaran yang mensakralkan dan juga memanusiawikan Tuhan. Ajaran islam bukan tidak mengenali semua ajaran-ajaran kebenaran hidup yang pernah ada di muka bumi, karena sebagai penutup Allah telah meridhai manusia dengan ajaran islam. Dalam pandangan penulis, islam adalah ajaran yang paling manusiawi. Allah mengajarkannya dengan sabar kepada manusia melalui Rasulullah. Diajarkan pada usia yang dalam psikologis manusia berada pada puncak kematangannya, Nabi Muhammad tidak secara ajaib menjadi na

Beberapa Hal dan Sesuatu yang Tak Penting

N iat baik dan ketulusan tidak serta merta akan tampak pada wajah dan perbuatan kita, karena terdapat 'kacamata' persepsi yang menggantang di mata tiap-tiap orang yang memandang. Maksud hati memberikan contoh melalui mata perkuliahan yang diampu rekan mengajar, supaya dibantu dengan tanpa kerja ekstra melainkan memakai kembali yang dilakukan rekan pembelajar dalam kelas. Namun, cara pandang dari rekan dosen ini justru membaca tindakan tersebut sebagai curi kesempatan memanfaatkan pembelajar dan kelasnya untuk kepentingan pribadi penulis yang notabene adalah atasannya yang berharap belas kasih simbiosis mutualis. Akhirnya memang kembali kepada sikap moral masing-masing. Kalau memang hidupnya sudah dinaungi oleh cara memandang dan bersikap antisipasi dan penuh kehati-hatian, serta syak-wasangka, maka upaya apapun yang kita lakukan dari luar akan penuh pengorbanan. Apakah pengorbanan itu layak dan perlu untuk kita lakukan. Kalaulah masih ada cara lain, maka tinggalkan saja, karena