Skip to main content

Dunia yang kehilangan pesona mimpi-mimpi indahnya

Dunia macam apakah yang kita tinggali ini?
Seorang istri melahirkan anak, kemudian suami mengambil anak itu daripadanya dan menjual bayi darah dagingnya sendiri kepada orang lain.
Sepasang suami istri yang pergi meninggalkan sepasang bayinya yang baru lahir dan melepaskan tanggungjawab mengurus sang ibunda, kemudian setelah sekian lama meminta kembali hak pengasuhan anak-anak mereka dengan menculik dan memaksa.
Istri dan anak bekerja keras membanting tulang, sementara suami setiap hari bermimpi akan datang rezeki sedangkan ia hidup bertumpang tangan pada istri dan anak yang harusnya menjadi tanggungjawabnya.
Seorang istri dari keluarga yang hidup susah mengiyakan hasutan pihak luar dan meninggalkan suaminya miskin meskipun bekerja keras.
Seorang pemimpin yang menampilkan relijiusitas tetapi diam-diam melakukan korupsi.
Orang yang sedikit bekerja memenuhi kewajibannya tetapi banyak menuntut haknya yang bahkan bukan haknya.
Orang-orang yang berhitung-hitung dalam mengerjakan kebaikan, tetapi pura-pura lupa ketika terlibat kejahatan.
Agamawan yang ketakutan pada kiamat dan berkoar-koar soal api neraka dan taman surga, tapi tak mampu mengubah perilaku buruk orang-orang disekitarnya.
Para ilmuwan yang berkejar-kejar ingin mendapatkan ilmu baru, temuan baru, teknologi baru, tetapi tak mampu membuat kehidupan jadi lebih baik.
ROhaniwan atau spiritualis yang memperdagangkan rahasia-rahasia Tuhan dan menawarkan kebahagiaan instan kepada orang-orang.
Pengusaha dan penguasa yang saling tikam menikam dibalik kerjasamanya yang lebih banyak menimbulkan kerusakan umum.
Politik dan pemerintahan yang berjanji-janji lebih dari yang mampu diamalkan.
INilah dunia dimana menipu sudah menjadi amalan keseharian, dan
menuntut hak dengan cara berlebihan tapi amnesia pada kewajibannya sendiri.
Rajin mencari akal-akalan untuk kepentingan diri sendiri, dan masa bodo bila merugikan orang lain.

Comments

Popular posts from this blog

Kapitalisasi Perguruan Tinggi: Pendidikan dan Profesi Tanpa Masa Depan

 [draft]  Logika kapitalisnya kira2 begini: ada tren PTSpts menurunkan std renumerasi dosen, tp std gelar naik ke S3. Lalu, dengan Negara mensubsidi konon kesejahteraan dosen melalui insentif jafung, serdos, dan hibah2 riset, abdimas, maka dgn jaminan dosen2 S2/S3, maka PTSpts menaikkan std intake spp, namun...Renumerasi pokok dosen diturunkan, dgn logika dosen2 mengurus administrasi dan memenuhi syarat2 BKD PAK dsbnya, akan mendapatkan insentif2 tsb diatas. Sehingga menghemat pengeluaran2 utk menggaji dosen2.Kita belum bicara soal kapitalisasi dan dominasi scopus indeksasi jurnal. Indonesia yg begitu besar dan luas, mungkin bakal kalah rankingnya QS, dll ,  sekejap lagi dgn Brunei.

ketika seseorang tiada berdaya

Ketika orang tak berdaya, dan ia tak punya tempat untuk berpaling memohon pertolongan, sedangkan hatinya t’lah melupakan Sang Khaliq maka kekerasan adalah jalan pintas untuk membalas. Ketika pertolongan yang diharapkan tak kunjung tiba sedangkan jiwa seseorang itu tak mampu lagi menarik hikmah dari kejadian yang menimpa dirinya, maka sekali lagi kekerasan adalah jalan pintasnya. Si Miskin yang miskin harta sekaligus miskin jiwanya berjumpa dengan Si Kaya yang kaya harta tapi miskin jiwanya seperti Si Miskin. Si Miskin berburuk sangka, demikian pula Si Kaya berburuk sangka pula. Si Miskin karena kemiskinannya berpikir Si Kaya-lah penyebab kemiskinan-kemiskinan di dunia. Si Miskin yang karena kemiskinannya kurang makan ditambah pula miskin jiwanya pada akhirnya menjadi bermalas-malasan. Sedangkan Si Kaya karena kesuksesannya menjadi lahap makan tak kenyang-kenyang, enak kurang enak, sedap kurang sedap, sementara jiwanya tetap kosong kelaparan pada akhirnya menjadi bermalas-malasan ju

Osamu Tezuka and The Heart of Manga

Pada awalnya di Jepang, komik secara umum di kenal dalam dua bentuk, yaitu ‘manga’ dan ‘gekiga’. Manga sebagai model komik yang mendapat pengaruh dari masuknya kartun-kartun eropa dan amerika generasi awal, yang muncul terlebih dahulu menjadi sedemikian populernya sehingga menjadi role model dalam membuat komik. Kemapanan ini menimbulkan pergerakan dari pinggiran, anak-anak muda banyak yang menginginkan perubahan dan mencari bentuk-bentuk baru. Muncullah ‘gekiga’ yang secara harfiah bertolak belakang dengan ‘manga’ secara umum pada masa itu. Gekiga mengambil sudut pandang realisme-sosial yang menggunakan pendekatan yang lebih dramatis dan moody, tetapi biasanya penuh aksi laga yang menyangkut kondisi masyarakat pinggiran yang keras. Begitulah sekilas tentang ‘manga’ dan ‘gekiga’ sebagai rival yang saling menyeimbangkan, sebelum akhirnya muncul sebuah nama yang secara tak langsung menyatukan kualitas kedua bentuk komik Jepang tersebut, yaitu Osamu Tezuka, sang ‘Manga no Kamisama’ atau ‘