Skip to main content

Kejadian Alam-kah yang akan menyatukan umat manusia?

Akhir-akhir ini setiap ujung tahun kita selalu menanti dengan was-was, kejadian alam apa lagi yang akan mengakibatkan bencana bagi manusia? Dimana akan terjadi? Berapa banyak lagi korban yang akan jatuh?

Saya menjadi bertanya-tanya pada diri sendiri, apakah ajakan-ajakan peperangan yang terjadi di luar sana akan berhenti apabila bencana alam melanda mereka yang mengajak berperang itu? Ataukah mereka akan meneruskan propaganda perang dengan alasan keselamatan umat manusia?

Tapi begitulah manusia adanya, tidak mau mengalah walaupun sudah kalah dan akan kalah. Semua kejadian di dunia ini seperti sudah tertulis dengan sendirinya. Berkenaan dengan sifat dan sikap manusia yang makin lama makin buruk, saling menikam, saling tak acuh, saling curiga, memang menyesakkan dan membuat capek. Tapi itulah kenyataannya, dan secara bersamaan juga sunatullah alam yang sudah digariskan berjalan. Perubahan alam, gempa bumi, retakan kerak bumi, pergeseran lempeng bumi, es mencair, gunung meletus, semuanya bukanlah sesuatu yang baru. Perubahan-perubahan alam itu sudah terjadi sejak bumi diciptakan, itulah dinamika perjalanan hidup bumi, dan manusia adalah bagian daripada kehidupan itu.

Ketika semua usaha telah dilakukan, segala daya upaya telah dibuat, segala pikiran telah dicurahkan, manusia masih punya keterbatasan. Keterbatasan yang dimilik saat ini mungkin akan terpecahkan di masa depan, tetapi di masa depan, masih akan ada lagi keterbatasan lainnya. Sementara itu, bumi dan alam semesta ini tidak menjadi lebih pintar, atau lebih ganas, atau lebih licik sebagaimana manusia memainkan akalnya. Bumi dan alam semesta berjalan sebagaimana ia telah dimulakan dahulu sehingga menuju ke pengakhirannya yang entah kapan kita tak tahu.

Sayangnya, manusia mudah lupa akan keterbatasannya sehingga melupakan bahwa andaikata sampailah pada satu titik, dimana tidak ada tempat lagi untuk mencari jawaban, ia niscaya menjadi hampa. Namun, disaat yang sama ada sebagian manusia yang terlalu malas atau tidak punya motivasi untuk berusaha keras mencari jawaban untuk mengatasi segala keterbatasan yang ada. Terlalu mudah menyerah dan sedikit-sedikit berpasrah diri, dan lupa kalau bertawakal itu adalah berserah diri yang disertai usaha sepenuh hati dan jiwa.

Ketika jiwa hampa, dan segala tanya jawab tak terselesaikan, kita tahu kemana kita harus kembali dan kita tahu apa yang harus kita isi kembali. Lalu, apakah dengan bencana-bencana alam yang berterusan seperti ini setiap tahun, masih belum sadarkah manusia bahwa kita sudah diisyaratkan untuk saling menjaga, saling berpegang hati dan saling tulus dan ikhlas?

Akh, rasanya itu masih mustahil. Jauh panggang dari api. Mungkin bencana alam pun tak sanggup untuk merubah tabiat manusia modern dan postmodern yang sudah demikian carut marutnya.

Comments

Popular posts from this blog

Qissatul Iman: Kisah Mencari Tuhan

Buku ini di tulis oleh Syekh Nadim Aj-Jisr, berupa uraian percakapn teologis-filosofis tentang wujud Tuhan. Wujud Tuhan dalam pengertian disini bukan wujud dalm bentuk 'shape' atau 'form', tetapi wujud keberadaannya di alam semesta, terutama dalam wujud abstraksi pemikiran. Perbedaan yang semakin menjurang antara pemikir dan pemikiran Islam dan Barat adalah diakibatkan dari di satu pihak kejumudan umat Islam terhadap pemikiran tertentu, dan kebebasan ekstrim dalam berpikir di pihak pemikir/pemikiran Barat. Satu-satunya manusia dan juga nabi yang diberi predikat maksum hanyalah Muhammad Rasullullah s.a.w, sebagaimana yang diimani oleh umat islam. Karena ajaran yang dibawanya bukan berasal dari pemikiran pribadi, tetapi diturunkan oleh Allah S.W.T kepada beliau. Percik pemikiran pribadinya dapat dilihat melalui tingkah laku dan perkataan yang disebut Sunnah nabi. Hanya nabi yang senantiasi dilindungi dari kesalahan dan kesia-siaan perbuatan oleh Allah, hanya beliau ya...

...kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.

“Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.” (QS. 17:16) Indonesia . Negeriku tercinta. Sudahkah tiba waktunya untuk bangkit (menjadi sadar kembali) dari tidur panjangnya? Surah Al Israa’ ayat 16 itu benar-benar sesuai mencerminkan keadaan negeri kita ini. Tidakkah kita dengar berbagai perbincangan, diskusi dan debat di berbagai media tentang kebangkitan nasional, kebangkitan bangsa, dan kebangkitan harga diri manusia Indonesia ? Namun adakah kita dengar sejurus tentang kebangkitan ‘akhlak’ didengungkan oleh sesiapa (yang bukan penceramah agama)? Adakah kita berbicara tentang kembali kepada fitrah manusia sebagai makhluk yang ber-Tuhan? Akh, itu omong kosong saja. Mungkin dianggap naif, dengan melih...