Hari perayaan ini sangatlah istimewa, namun bagi sebagian orang malah dirasakan biasa-biasa saja, tak lebih dan tak kurang daripada hari-hari libur.
Keistimewaannya adalah karena ada dua perayaan yang dilangsungkan.
Kesatu adalah perayaan spiritual secara pribadi yang dilakukan jemaah haji. Umat islam diajarkan untuk mengingat sejarahnya, sejarah umat manusia. Menuaikan ibadah haji bukanlah untuk orang yang berkemampuan biasa saja. Karena itu ibadah haji ini teramat istimewa, ia adalah ibadah puncak. Puncak ibadah ini adalah untuk mendapatkan ridah Allah SWT berupa haji yang mabrur. Sebuah ibadah yang ikhlas tulus dan melepaskan duniawi.
Dalam sejarah agama dan kepercayaan di dunia, haji atau ziarah mempunyai nilai tersendiri. Ibadah ziarah itu adalah mengingat kembali seluruh kejadian alam semula, kembali ke titik pangkal penciptaan dunia. Demikian juga penyembelihan kurban, semua tradisi agama dan kepercayaan mempunyai ibadah pengurbanan.
Kedua ibadah ini berpusat kepada penyerahan diri manusia secara total kepada kehendak Tuhan. Tuhan Maha Pengasih lagi Maha Penyanyang, mustahil ia mengajarkan kekerasan kepada umat manusia. Allah SWT menguasai dunia ini dan semua lapisan dunia lainnya, dari molekul partikular sel-sel sampai jagat raya alam semesta yang kita tidak ketahui batasan ujung-ujungnya.
Mengapa manusia perlu menyembah atau beribadah kepada Allah SWT? Apakah kalau kita tidak beribadah kepada-Nya maka Ia akan hilang kekuasaan? Apakah Allah merasa umat manusia perlu menyembah-Nya? Apakah Allah menggunakan kekerasan untuk memaksa umat manusia supaya menyembah kepada-Nya?
Sesungguhnya ibadah itu semuanya dikembalikan kepada manusia. Penciptaan manusia adalah puncak daripada bukti kekuasaan dan kasih sayang Allah SWT. Semua ibadah dari yang paling remeh sehingga yang paling rumit sekalipun adalah untuk kepentingan umat manusia sendiri.
Allah tidak perlu manusia untuk menyembah-Nya, tetapi manusialah yang perlu dan membutuhkan Allah SWT untuk disembah. Meski kehidupan semakin kompleks tetapi pada dasarnya kebutuhan pada diri manusia tidak pernah berubah.
Haji atau ziarah adalah puncak ibadah dalam Islam. Dimana disitulah kita mengenang sejarah Nabi Ibrahim. Di situ pulalah ketika kehidupan manusia masih lebih dekat kepada spiritual. Banyak kepercayaan yang menuntun berbagai pengurbanan dari para penganutnya, sehinggalah kita kenal dalam sejarah dan pra-sejarah pengurbanan manusia, bayi, kanak-kanak, dan pemuda belia serta gadis perawan. Karena itulah melalui Nabi Ibrahim dan putranya Ismail, Allah mengajarkan tata cara pengurbanan yang sebenarnya. Disitulah Ia menunjukkan kasih sayang-Nya. Kisah penyembelihan anak sendiri merupakan puncak cobaan atas keikhlasan jiwa manusia. Siapakah gerangan di dunia ini yang rela memotong anak sendiri demi Tuhannya? Betapa keji perbuatan memotong darah daging sendiri ini!
Karena itulah, dengan kasih sayang-Nya, Allah menukarkan dalam sekelip mata (Allah lebih dekat daripada urat nadi kita) Ismail ditukar menjadi seekor hewan sembelihan. Perayaan Kurban adalah sebuah contoh bahwa Allah bukan menuntut daging dan darah manusia untuk menyembah-Nya. Ketaqwaan dan keikhlasan manusia itulah yang diuji.
Pada kedua ibadah inilah, haji dan kurban, umat islam merayakan ketaqwaan dan keikhlasan jiwa manusianya kepada Allah semata. Sebelum bersih jiwa dan raga serta harta benda, maka menuaikan ibadah haji bukanlah menjadi sebuah ibadah. Ia hanya akan menjadi sebuah ibadah fisikal saja. Kemudian perayaan kurban tanpa dilandasi kontemplasi terhadap ketaqwaan dan keikhlasan beribadah kepada Allah semata, hanya akan menjadi sebuah kegiatan formalitas belaka. Tanpa itu, sia-sialah daging dan darah hewan-hewan kurban yang disembelih kita.
Keistimewaannya adalah karena ada dua perayaan yang dilangsungkan.
Kesatu adalah perayaan spiritual secara pribadi yang dilakukan jemaah haji. Umat islam diajarkan untuk mengingat sejarahnya, sejarah umat manusia. Menuaikan ibadah haji bukanlah untuk orang yang berkemampuan biasa saja. Karena itu ibadah haji ini teramat istimewa, ia adalah ibadah puncak. Puncak ibadah ini adalah untuk mendapatkan ridah Allah SWT berupa haji yang mabrur. Sebuah ibadah yang ikhlas tulus dan melepaskan duniawi.
Dalam sejarah agama dan kepercayaan di dunia, haji atau ziarah mempunyai nilai tersendiri. Ibadah ziarah itu adalah mengingat kembali seluruh kejadian alam semula, kembali ke titik pangkal penciptaan dunia. Demikian juga penyembelihan kurban, semua tradisi agama dan kepercayaan mempunyai ibadah pengurbanan.
Kedua ibadah ini berpusat kepada penyerahan diri manusia secara total kepada kehendak Tuhan. Tuhan Maha Pengasih lagi Maha Penyanyang, mustahil ia mengajarkan kekerasan kepada umat manusia. Allah SWT menguasai dunia ini dan semua lapisan dunia lainnya, dari molekul partikular sel-sel sampai jagat raya alam semesta yang kita tidak ketahui batasan ujung-ujungnya.
Mengapa manusia perlu menyembah atau beribadah kepada Allah SWT? Apakah kalau kita tidak beribadah kepada-Nya maka Ia akan hilang kekuasaan? Apakah Allah merasa umat manusia perlu menyembah-Nya? Apakah Allah menggunakan kekerasan untuk memaksa umat manusia supaya menyembah kepada-Nya?
Sesungguhnya ibadah itu semuanya dikembalikan kepada manusia. Penciptaan manusia adalah puncak daripada bukti kekuasaan dan kasih sayang Allah SWT. Semua ibadah dari yang paling remeh sehingga yang paling rumit sekalipun adalah untuk kepentingan umat manusia sendiri.
Allah tidak perlu manusia untuk menyembah-Nya, tetapi manusialah yang perlu dan membutuhkan Allah SWT untuk disembah. Meski kehidupan semakin kompleks tetapi pada dasarnya kebutuhan pada diri manusia tidak pernah berubah.
Haji atau ziarah adalah puncak ibadah dalam Islam. Dimana disitulah kita mengenang sejarah Nabi Ibrahim. Di situ pulalah ketika kehidupan manusia masih lebih dekat kepada spiritual. Banyak kepercayaan yang menuntun berbagai pengurbanan dari para penganutnya, sehinggalah kita kenal dalam sejarah dan pra-sejarah pengurbanan manusia, bayi, kanak-kanak, dan pemuda belia serta gadis perawan. Karena itulah melalui Nabi Ibrahim dan putranya Ismail, Allah mengajarkan tata cara pengurbanan yang sebenarnya. Disitulah Ia menunjukkan kasih sayang-Nya. Kisah penyembelihan anak sendiri merupakan puncak cobaan atas keikhlasan jiwa manusia. Siapakah gerangan di dunia ini yang rela memotong anak sendiri demi Tuhannya? Betapa keji perbuatan memotong darah daging sendiri ini!
Karena itulah, dengan kasih sayang-Nya, Allah menukarkan dalam sekelip mata (Allah lebih dekat daripada urat nadi kita) Ismail ditukar menjadi seekor hewan sembelihan. Perayaan Kurban adalah sebuah contoh bahwa Allah bukan menuntut daging dan darah manusia untuk menyembah-Nya. Ketaqwaan dan keikhlasan manusia itulah yang diuji.
Pada kedua ibadah inilah, haji dan kurban, umat islam merayakan ketaqwaan dan keikhlasan jiwa manusianya kepada Allah semata. Sebelum bersih jiwa dan raga serta harta benda, maka menuaikan ibadah haji bukanlah menjadi sebuah ibadah. Ia hanya akan menjadi sebuah ibadah fisikal saja. Kemudian perayaan kurban tanpa dilandasi kontemplasi terhadap ketaqwaan dan keikhlasan beribadah kepada Allah semata, hanya akan menjadi sebuah kegiatan formalitas belaka. Tanpa itu, sia-sialah daging dan darah hewan-hewan kurban yang disembelih kita.
Comments