Skip to main content

Seorang umat yang belajar menjadi muslim 08

Seorang umat yang belajar menjadi muslim 08

Musik, antara memainkan dan mendengarkan sesuatu yang diharamkan. Benarkah musik diharamkan oleh Islam? Apkah Islam mengharamkan ekspresi diri melalui bentuk kesenian? Ataukah larangan-larangan yang ada merupakan suatu peringatan untuk manusia senantiasa berjaga-jaga dan waspada selalu, apabila terlibat atau berkecimpung ke dunia pengekspresian diri karena kecenderungannya menjadi bentuk hiburan yang melalaikan diri seseorang dari mengingat Allah S.W.T ?

“daripada ‘abdul rahman bin ghunm, katanya abu ‘amir’ atau abu malik al-asy’ari menceritakan kepada saya, beliau mendengar Rasulullah s.a.w bersabda:
SUNGGUH AKAN TERJADI SATU KAUM DARI UMATKU YANG MENGHALALKAN ZINA, KAIN SUTERA, ARAK DAN ALAT-ALAT PERMAINAN MUSIK.” (riwayat Al Bukhari)

“DARIPADA IMRAN BIN HUSAIN DIRIWAYATKAN BAHWA IA BERKATA Rasulullah s.a.w bersabda:
UMATKU SUATU SAAT AKAN TERTIMPA FITNAH, PENGUBAHAN BENTUK SEBAGIAN MEREKA, DAN PEMBENAMAN TEMPAT TINGGAL MEREKA. SEBAGIAN SAHABAT BERTANYA: “WAHAI RASULULLAH! BILAKAH ITU AKAN TERJADI?” BELIAU MENJAWAB: “APABILA ALAT-ALAT MUSIK DAN PARA PENYANYI TELAH MEMASYARAKAT DAN BANYAK ORANG MEMINUM KHAMAR.” (riwayat At Tirmidzi)

Kedua hadist menunjukkan bagaimana Rasulullah s.a.w memberi gambaran keadaan ketika terjadi fitnah dan celaka terhadap umat manusia umumnya, dan umat islam khususnya. Tampak dengan tegas peringatan keras yang berkenaan dengan musik, ,baik memainkan atau mendengarkannya.

Perkembangan musik saat ini sudah sangat meluas, yang terbesar tentunya terjadi di dunia hiburan, boleh dikatakan nyaris tiada acara hiburan tanpa di iringi musik, program-program di televisi, majlis perkawinan, acara ulang tahun, perayaan hari penting atau hari besar. Selain itu musik juga memenuhi ruang-ruang publik seperti ruang tunggu dokter, toko-toko buku, mal dan swalayan. Pendek kata musik telah menjadi bagian dari budaya populer manusia secara umumnya.

Banyak penelitian telah menunjukkan bagaimana pengaruh musik yang positif maupun negatif dapat terjadi demikian dalam pada diri manusia, sehingga wajarlah Rasulullah s.a.w telah memberi peringatan sejak awal.

Kalangan saintis banyak meneliti dan mengambil manfaat dari pengaruh musik secara emosional dan kejiwaan pada diri manusia. Pemahaman tentang musik kontemporer tidak saja terbatas hanya musik sebagai hiburan saja, semakin orang menyadari pengaruh musik yang bermuara dari suara-suara yang ada disekelilingnya. Suara sungai mengalir, angin bertiup, daun bergemerisik, hujan merintik, binatang-binatang berbunyi, semuanya terdengar bagai sebuah simfoni yang barngkali secara sunatullah suara-suara alam itu adalah suatu dzikir alam raya kepada sang Khaliq-Nya.

Dengna majunya teknologi, manusia telah merekam dan meniru suara-suara alat musik yang asli, kemudian lebih jauh lagi manusia mengkreasikan bunyi-bunyi sendiri secara elektronis, dan pada akhirnya suara-suara alami pun menjadi inspirasi dan bagian dari komposisi musik kontemporer. Musik dapat dimainkan dan komposisi dapat dihasilkan tanpa harus menyentuh langsung alat-alat musiknya. Semuanya dapat di program melalui software komputer.

Perkembangan musik melahirkan pemikiran bahwa musik tidak lagi harus berupa suatu komposisi lengkap dengn bermacam-macam alat musik yang dimainkan. Sebuah suara yang di’sampling’ kemudian di program dapat menjadi musik tersendiri. Pendek kata, musik adalah suara, dan suara itu adalah musik juga.

Dalam psikologi, banyak penelitian membuktikan pentingnya memnafaatkan jenis-jenis musik terntentu pada kondisi dan tempat tertentu bagi perkembangan jiwa manusia atau bahkan sebagai terapi penyembuhan.

Dalam Islam, suara yang indah adalah suatu hal yang penting. Sejak lahir manusia sudah disadarkan oleh suara, yaitu suara adzan ketika seorang bayi manusia lahir ke dunia fana ini. Kemudian setiap kali panggilan untuk mengingat Allah S.W.T adalah melalui kumandang adzan. Adalah suatu ciri khas dalam Islam ketika seorang ummatnya melagukan bacaan kitab suci Al-Quran. Disini terlihat bagaimana dalam Islam ada petunjuk mengenai suara atau bunyi yang murni sebagai unsur terapi spiritualitas.

Musik, terlepas dari lirik aau syair lagunya, kini banyak dijadikan alat terapi kejiwaan. Kajian tentang itu salahnya adalah memanfaatkan musik sejak bayi dalam kandungan sehingga ia lahir dan membesar. Rasulullah menganjurkan kita membaca Al Quran dengan seindah-indahnya suara. Tersirat di dalamnya banyak manfaat dari membaca Al Quran. Kalau musik dapat memberi manfaat yang banyak, bagaimana dengan bacaan Al Quran yang senantiasa diperdengarkan selalu sehari-hari?
Ini tentu bisa menjadi suatu penelitian yang mempertebal keimanan ummat islam dan tentunya dapat menjadi rahmat bagi seluruh umat manusia. Pembuktian penelitian semacam ini tentunya sesuai dengan dogmatisme ajaran islam sekaligus keilmiahannya secara umum.

Hadist-hadist yang dinilai (atau ditafsirkan) memberi larangan atau mengharamkan musik ada banyak. Penulis bukanlah seorang pakar hadist, tetapi dalam hal ini ada sebuah kesimpulan yang menarik timbul daripada membaca-baca buku-buku tentang halal atau haramnya musik. Merujuk kepada empat buah buku berkenaan dengan itu, penulis hendak menyampaikan pendapat ringan yang terlepas dari hukum halal haramnya musik itu sendiri.
Pertama, alat musik (atau kegiatan bermusik) sering disebutkan bersamaan dengan beberapa objek lain; seperti: kain sutera (ada yang menafsirkannya sebagai pakaian mahal), tarian (adanya penari-penari), khamar (arak atau minuman yang memabukkan) dan pesta pora (kegiatan merayakan sesuatu secara berlebihan). Dari semua objek ini, khamar mendapat perhatian khusus dalam hal penurunan ayat Quran yang melarang keras minuman keras, Orang bertengkar, berkelahi sehingga saling bunuh disebabkan minuman keras.

Kedua, kesemua hadist yang memuat larangan musik menunjukkan pertanda-pertanda bagaimana musik itu berada dan keberadaannya. Misalnya msuik yang dimainkan saat orang berpesta pora dan bermabuk-mabukan atau musik yang membuat orang larut berlebihan kedalam perasaan sehingga lupa diri (lalai).

Ketiga, kebanyakan alat musik yang didefinisikan dalam hadist-hadist tersebut adalah petik (bersenar), pukul (berkulit), dan tiup (berongga). Bebrapa alat musik jaman dahulu, diketahui banyak digunakan untuk tujuan spiritual, sehingga musik dapat membantu seseorang mencapai keadaan ‘trance’, hal ini dapat terjadi karena memang secara pembuktian ilmiah musik dengna suara tertentu dan nada tertentu dan pola tertentu dapat membawa pikirna dan jiwa manusia memasuki tahap ‘bawah sadar’. Hal ini senada dengan peringatan Rasulullah s.a.w mengenai musik yang dapat melalaikan manusia.

Dengan demikian, musik, memainkannya atau mendengarkannya tidaklah serta merta membuat alat-alat musik menjadi haram dengan sendirinya sebagaimana minuman keras (khamar). Perbuatan memainkan musik juga bukan serta merta menjadi haram sebagaimana perbuatan zina. Mendengarkan musik juga tidak serta merta sama dengan mendengarkan fitnah.

Pada hadist-hadist yang mengizinkan adanya musik, Rasulullah menunjukkan batasan-batasan dan tujuan-tujuan musik yang dibenarkan. Musik tidak dianjurkan untuk menimbulkan perayaan sesuatu hal misalnya perkawinan menjadi acara hingar bingar dan pesta pora. Musik hanya untuk sekedar memeriahkan suasana kegembiraan saja. Dan satu hal yang pasti, tidak ada anjuran rasulullah berdakwah menggunakan atau melalui musik, selain daripada membaca Al Quran dengan suara yang dikeraskan lagi merdu. Mengenai suara yang dikeraskan, kita semestinya diingatkan kembali bahwa suara yang terlampau keras akan kehilangan kemerduannya, secara ilmiah gendang telinga manusia mempunyai keterbatasan dalam menerima gelombang suara.

Bagaimanapun msuik dalah kegiatan duniawi dan kreasi manusia, karena itu ada batas-batas yang sebaiknya tidak dicampur dengan kegiatan ibadah fardhu, karena memang itu bukan pada tempatnya.

Secara akal dan iman, tidaklah masuk akal dan bertentangan dengan nurani keimanan apabila seseorang membaca Al Quran sembari membunyikan audio musik sekecil apapun dengan alasan untuk konsentrasi. Karena terdapat penelitian yang membuktikan musik memang memberi inspirasi berkarya atau bekerja, tetapi tidak untuk membantu konsentrasi. Konsentrasi membaca Al Quran ada dalam bacaan itu sendiri, musik, apalagi yang berlagu tentunya membuyarkan konsentrasi itu. Kekuatiran lainnya adalah seseorang shalat diselingi suara musik dengan sengaja, ini pun tidak pada tempatnya karena dalam shalat kita harus mendengar apa yang di lafazkan. Insya Allah, akal dan iman yang waras dan benar tidak mengizinkan hal-hal tersebut di atas terjadi. Dan saya berprasangka baik bahwa umat islam belum menyimpang sejauh itu memadukan musik dengan ibadah.

Comments

Popular posts from this blog

Kapitalisasi Perguruan Tinggi: Pendidikan dan Profesi Tanpa Masa Depan

 [draft]  Logika kapitalisnya kira2 begini: ada tren PTSpts menurunkan std renumerasi dosen, tp std gelar naik ke S3. Lalu, dengan Negara mensubsidi konon kesejahteraan dosen melalui insentif jafung, serdos, dan hibah2 riset, abdimas, maka dgn jaminan dosen2 S2/S3, maka PTSpts menaikkan std intake spp, namun...Renumerasi pokok dosen diturunkan, dgn logika dosen2 mengurus administrasi dan memenuhi syarat2 BKD PAK dsbnya, akan mendapatkan insentif2 tsb diatas. Sehingga menghemat pengeluaran2 utk menggaji dosen2.Kita belum bicara soal kapitalisasi dan dominasi scopus indeksasi jurnal. Indonesia yg begitu besar dan luas, mungkin bakal kalah rankingnya QS, dll ,  sekejap lagi dgn Brunei.

ketika seseorang tiada berdaya

Ketika orang tak berdaya, dan ia tak punya tempat untuk berpaling memohon pertolongan, sedangkan hatinya t’lah melupakan Sang Khaliq maka kekerasan adalah jalan pintas untuk membalas. Ketika pertolongan yang diharapkan tak kunjung tiba sedangkan jiwa seseorang itu tak mampu lagi menarik hikmah dari kejadian yang menimpa dirinya, maka sekali lagi kekerasan adalah jalan pintasnya. Si Miskin yang miskin harta sekaligus miskin jiwanya berjumpa dengan Si Kaya yang kaya harta tapi miskin jiwanya seperti Si Miskin. Si Miskin berburuk sangka, demikian pula Si Kaya berburuk sangka pula. Si Miskin karena kemiskinannya berpikir Si Kaya-lah penyebab kemiskinan-kemiskinan di dunia. Si Miskin yang karena kemiskinannya kurang makan ditambah pula miskin jiwanya pada akhirnya menjadi bermalas-malasan. Sedangkan Si Kaya karena kesuksesannya menjadi lahap makan tak kenyang-kenyang, enak kurang enak, sedap kurang sedap, sementara jiwanya tetap kosong kelaparan pada akhirnya menjadi bermalas-malasan ju

Osamu Tezuka and The Heart of Manga

Pada awalnya di Jepang, komik secara umum di kenal dalam dua bentuk, yaitu ‘manga’ dan ‘gekiga’. Manga sebagai model komik yang mendapat pengaruh dari masuknya kartun-kartun eropa dan amerika generasi awal, yang muncul terlebih dahulu menjadi sedemikian populernya sehingga menjadi role model dalam membuat komik. Kemapanan ini menimbulkan pergerakan dari pinggiran, anak-anak muda banyak yang menginginkan perubahan dan mencari bentuk-bentuk baru. Muncullah ‘gekiga’ yang secara harfiah bertolak belakang dengan ‘manga’ secara umum pada masa itu. Gekiga mengambil sudut pandang realisme-sosial yang menggunakan pendekatan yang lebih dramatis dan moody, tetapi biasanya penuh aksi laga yang menyangkut kondisi masyarakat pinggiran yang keras. Begitulah sekilas tentang ‘manga’ dan ‘gekiga’ sebagai rival yang saling menyeimbangkan, sebelum akhirnya muncul sebuah nama yang secara tak langsung menyatukan kualitas kedua bentuk komik Jepang tersebut, yaitu Osamu Tezuka, sang ‘Manga no Kamisama’ atau ‘