Skip to main content
SATRIA BRAHMACARYA

SEBUAH LEGENDA TENTANG MANUSIA SEKUAT DEWA YANG PERNAH ADA DI MAYAPADA (BUMI MANUSIA).
YANG TAK KENAL RASA TAKUT,
YANG TEGAR DALAM KESETIAAN,
YANG IKRARKAN SELURUH JIWA RAGA,
DEMI CINTA PADA BUNDA PERTIWI,
DAN PENGHORMATAN PADA SANG AYAHANDA.

IALAH KEKASIH PARA DEWA YANG DAHSYAT GUNCANGKAN DUNIA
DAN GETARKAN NIRWANA,
MENJAGA LAKSANA BANTENG WASPADA
KEHIDUPAN DI NEGERINYA TERCINTA.

IALAH KSATRIA SUCI NAN GAGAH PERKASA,
TETES DARAH TERAKHIR WANGSA BHARATA.
YANG JIWANYA KOKOH
DAN BERKUASA ATAS WAKTU KEMATIANNYA SENDIRI
TIADA SIAPA BISA MERENGGUTNYA.
KELAK, HANYA SUPATA SEORANG PUTRI MENJADI TANDA
BAGINYA ‘TUK SUDAHI BAKTI HIDUPNYA PADA PERTIWI.

KEPADA WAKTULAH
AKAN IA BERIKAN SEGALA
TANYA DAN JAWAB
DI SEBUAH PADANG LAGA YANG LUAS
TEMPAT TANAH BERTUMPAHKAN DARAH

DIMANA CINTA,
KESETIAAN, DAN
KETEGUHAN HATI
PARA SATRIA DIUJI DAN DIPERTARUHKAN
SEMUA KEMULIAAN DAN KEAGUNGAN.

BHISAMA DEVABHARATA.


Abstraksi:
Cerita diambil dari sudut pandang penceritaan Adipati Karna. Dalam cerita ini Resi Bhisma dan Adipati Karna selalu terlihat berseteru karena perbedaan dalam prinsip keksatrian, namun di balik itu mereka saling menghormati, terutama Karna kepada Bhisma. Bhisma bersumpah setia pada Hastina negerinya, Karna bersumpah setia pada sang Raja yang suatu ketika t’lah memuliakan dan mengangkat derajat dirinya.

Sumpah setia Bhisma seumur hidup diuji terus-menerus, bahkan ketika ia telah memasuki usia senja. Ia tetap memegang janji setia pada negerinya hingga akhir hayat dengan menjadi Senapati Panglima Perang yang maju pertama menghadang musuh di perlaya dunia, Bharatayuda.
[Cerita dibuka dengan adegan seorang tua (Bhisma) yang tergolek lemah ditopang oleh sesosok tubuh wanita (ambda) yang menyandarkan diri di tepi sebuah bongkahan batu besar. Mereka berada di tempat yang cukup tinggi dan terbuka untuk bisa melihat padang Kurusetra dimana perang Bharatayuda tengah berkecamuk dengan dahsyat. Lukisan ini merupakan simbolik dari tubuh Bhisma yang sebenarnya dihunjam habis setiap inchi-nya oleh panah-panah Srikandi dalam wujud Dewi Amba, sang Putri yang memberi supata di masa silam. Supata ini adalah pertanda bagi Bhisma untuk mengetahui detik masanya ia memilih waktu kematian untuk menyudahi kewajiban menjaga negerinya di dunia. Dan Ia memilih kematiannya seusai menyaksikan perang Bharatayuda berakhir dan menyempatkan nafas terakhirnya untuk memberi wejangan kepada semua turunan wangsa Bharata.]

Comments

Popular posts from this blog

Kapitalisasi Perguruan Tinggi: Pendidikan dan Profesi Tanpa Masa Depan

 [draft]  Logika kapitalisnya kira2 begini: ada tren PTSpts menurunkan std renumerasi dosen, tp std gelar naik ke S3. Lalu, dengan Negara mensubsidi konon kesejahteraan dosen melalui insentif jafung, serdos, dan hibah2 riset, abdimas, maka dgn jaminan dosen2 S2/S3, maka PTSpts menaikkan std intake spp, namun...Renumerasi pokok dosen diturunkan, dgn logika dosen2 mengurus administrasi dan memenuhi syarat2 BKD PAK dsbnya, akan mendapatkan insentif2 tsb diatas. Sehingga menghemat pengeluaran2 utk menggaji dosen2.Kita belum bicara soal kapitalisasi dan dominasi scopus indeksasi jurnal. Indonesia yg begitu besar dan luas, mungkin bakal kalah rankingnya QS, dll ,  sekejap lagi dgn Brunei.

ketika seseorang tiada berdaya

Ketika orang tak berdaya, dan ia tak punya tempat untuk berpaling memohon pertolongan, sedangkan hatinya t’lah melupakan Sang Khaliq maka kekerasan adalah jalan pintas untuk membalas. Ketika pertolongan yang diharapkan tak kunjung tiba sedangkan jiwa seseorang itu tak mampu lagi menarik hikmah dari kejadian yang menimpa dirinya, maka sekali lagi kekerasan adalah jalan pintasnya. Si Miskin yang miskin harta sekaligus miskin jiwanya berjumpa dengan Si Kaya yang kaya harta tapi miskin jiwanya seperti Si Miskin. Si Miskin berburuk sangka, demikian pula Si Kaya berburuk sangka pula. Si Miskin karena kemiskinannya berpikir Si Kaya-lah penyebab kemiskinan-kemiskinan di dunia. Si Miskin yang karena kemiskinannya kurang makan ditambah pula miskin jiwanya pada akhirnya menjadi bermalas-malasan. Sedangkan Si Kaya karena kesuksesannya menjadi lahap makan tak kenyang-kenyang, enak kurang enak, sedap kurang sedap, sementara jiwanya tetap kosong kelaparan pada akhirnya menjadi bermalas-malasan ju

Osamu Tezuka and The Heart of Manga

Pada awalnya di Jepang, komik secara umum di kenal dalam dua bentuk, yaitu ‘manga’ dan ‘gekiga’. Manga sebagai model komik yang mendapat pengaruh dari masuknya kartun-kartun eropa dan amerika generasi awal, yang muncul terlebih dahulu menjadi sedemikian populernya sehingga menjadi role model dalam membuat komik. Kemapanan ini menimbulkan pergerakan dari pinggiran, anak-anak muda banyak yang menginginkan perubahan dan mencari bentuk-bentuk baru. Muncullah ‘gekiga’ yang secara harfiah bertolak belakang dengan ‘manga’ secara umum pada masa itu. Gekiga mengambil sudut pandang realisme-sosial yang menggunakan pendekatan yang lebih dramatis dan moody, tetapi biasanya penuh aksi laga yang menyangkut kondisi masyarakat pinggiran yang keras. Begitulah sekilas tentang ‘manga’ dan ‘gekiga’ sebagai rival yang saling menyeimbangkan, sebelum akhirnya muncul sebuah nama yang secara tak langsung menyatukan kualitas kedua bentuk komik Jepang tersebut, yaitu Osamu Tezuka, sang ‘Manga no Kamisama’ atau ‘