Skip to main content

Renungan seorang umat yang belajar menjadi muslim 09

Tadi sore saya mendengar berita mengenai pengkauan pemerintahn akan adanya kerusakan dan ketidakseimbangan lingkungan hidup yang menyebabkan terjadinya banjir badang di Sinjai – Sulawesi. Diakui perusakan ini telah terjadi selam 30 tahun, sebenarnya siapa yang tidak tahu, ataukah selama ini pura-pura tidak tahu. Indonesia adalah negeri yang tanda-tanda kebesaran Allah terbentang begitu luas, di udara, di air, di darat bahkan di dalam tanah.
Entah mengapa saya teringat akan sila pertama Pancasila, mungkin karena bisingnya issu yang di tulis koran-koran oleh para pakar ideologi dan politik. Bagi saya sederhana saja, sila pertama Ketuhanan yang Maha Esa bukan sekedar pengakuan terhadap agama-agama tertentu saja. Pengakuan seperti itu buat di formalitas saja, tetapi adakah pengakuan itu masuk ke dalam sanubari manusianya, manusia Indonesia yang beriman.
Iman saja tak cukup untuk menghadapi hidup zaman sekarang, demikian kata orang-orang yang skeptis dan suka mengambil kesempatan. Berbagai akal bulus digunakan untuk mengibuli, tetapi bisakah menipu Tuhan? Dalam Quran disuratkan bahwa ketika manusia mencoba menipu Allah, padahal manusia tidak mungkin bisa, dan manusia hanya menipu dirinya sendiri. Lalu, apa hubungannya dengan hutan dan tanda-tanda kekuasaan Allah S.W.T?

Sebagai seorang umat belajar menjadi muslim, saya tentu saja mencoba menilainya dari sudut pandang islami. Nilai-nilai islam mengajarkan, dan berulang kali disebutkan dalam Quran agar manusia memperhatikan tanda-tanda alam sebagai bukti kekuasaan Allah S.W.T. Mungkin dahulu kala, manusia-manusia yang menetap di tanah air Indonesia tidak mengenal sebutan Allah, tetapi tidak berarti mereka tidak mengenal tanda-tanda kekuasaan Tuhan. Disinilah bukti universalitas ajaran islam, dengan mengajarkan dan mengingatkan manusia terus-menerus untuk memperhatikan tanda-tanda kekuasaan Allah di langit dan di bumi. Artinya meski penghuni tanah air Indonesia dulunya bukan beragama yang namanya Islam, tetapi mereka telah mengamalkan perintah Allah dalam memperhatikan tanda-tanda kekuasaanNya. Format ajaran Islam terbentuk di negeri Arab, negeri yang kondisi dan situasi alamnya berbeda jauh dengan hutan tropik dan khatulistiwa serta lautannya. Perbedaan ini memberikan hikmah bahwa ajaran islam tidak dibatasi oleh waktu dan tempat. Karena itu apabila Islam datang ke tanah air Indonesia, pembawa ajaran agama yang mulia ini harus bekerja keras menafsiorkan kembali pengimplementasian ajaran islami dengan kebudayaan dan tradisi yang sudah ada.

Ianya tidak berarti menghapuskan dan mematikan tradisi dan budaya berdasarkan takaran hala haram dan kafir batil. Ada makna-makna tersembunyi dan pesan-pesan atau nasihat yang dikumpulkan dan diturunkan secara turun-temurun kepada manusia yang hidup dan tinggal di negeri tanah air Indonesia. Kesimbangan alam dapat dijaga karena selama sebelum modernisasi, tradisi dan budaya yang ada memainkan peran dalam menjaga alam. Zaman dahulu mereka tidak mengenal kata ekosistem, cagar alam dan sebagainya, tetapi dalam tradisi danbudaya mereka terdapat kearifan dalam menjaga hutan, menjaga tanah dan menjaga udara. Dalam tradisi dan budaya mereka sudah ada pembelajaran untuk memahami tanda-tanda kekuasaan Allah S.W.T.

Akan tetapi kemana semua ulama, syaikh, habib, kyai dan pemuka agama ketika tanda-tanda alam kekuasaan Allah ini dirusak oleh manusia? Mereka nyaring mengumandangkan issu tentang memberi kesempatan pada syariat dan akidah islami untuk diterapkan pada kehidupan manusia, tetapi masalah-masalah konkrit yang melanda dengan jelas dihadapan tidak ada yang berani memperjuangkannya. Apakah karena tradisi dan budaya yang arif dalam menjaga alam ini tidak tertulis langsung melalui hadist Nabi atau mazhab-mazhab para imam, makanya tidak perlu dipahami makna tersiratnya? Akhlak manusia seperti apa yang akan ditumbuhkan kalau tanda-tanda kekuasaan Allah berupa alam yang luas dan kekayaannya tidak turut dijaga oleh para ahli ilmu agama ini?
Apakah menjaga dan membela alam bukan termasuk perintah Allah S.W.T yang termaktub dalam Quran? Ingatlah Islam bukan ajaran yang memusat pada manusia, tetapi kepada Allah S.W.T. Karena itu sedikit banyak ia berseberangan dengan humanisme, tetapi bukan berarti Islam tidak mempedulikan kemanusiaan. Dalam syariat dan akidah peran manusia sangat ditekankan, tetapi tujuannya bukan semata-mata untuk manusia, tujuan mengjarkan manusia yang beriman dan bertakwa adalah untuk menyembah Allah S.W.T, dan itu artinya manusia Islam harus menjaga keberadaan tanda-tanda kekuasaan Allah, kalau tidak, akibatnya azab dan sengsaralah yang akan menimpa.

Kita mungkin tak bisa menjaga bintang-bintang di langit, tetapi kita bisa menjaga eksositem agar kunang-kunang di malam hari tidak punah. Kita bisa menjaga hutan kita, laut kita, sumber tambang kita. Menjaga bukan berarti mempagari dengan bentneg kokoh agar tak ada sesiapapun dapat melangkah, menjaga adalah seperti yang Allah anjurkan dalam perintahnya bahwa manusia dipersilahkan memanfaatkan semua rezeki dan anugerah yang disediakan di alam akan tetapi jangan berlebihan.

Alam banyak menginspirasi manusia, dia mengajarkan banyak hal termasuk mengajar manusia kurang ajar, pemerintah kurang ajar, masyarakat kurang ajar yang merusak alam melalui bencana akibat perbuatan manusia sendiri. Mengakui kesalahan tidak menjaga hutan itu satu hal yang baik, tetapi kebaikan itu hanya akan sia-sia belaka kalau tidak ada perbaikan atau disini mengaku bersalah di lain tempat terus berbuat, terus memberi izin membalak pohon, terus membiarkan ekspor kayu ilegal. Padahal hutan yang indah selain hanya menjadi pajangan dapat pula dimanfaatkan untuk menjadi wisata ekologi, ECOTOURISM, yang masih sangat minim dilakukan padahal Indonesia punya begitu luas hutan (kalau tidak digundulin terus-menerus).Penggundulan hutan untuk diambil kayunya bukan hanya membunuh kayu tetapi binatang dan tumbuhan lainnya. Kalau itu semua sudah tidak ada, Indonesia benar-benar hanya akan tinggal tanah dan air, dan mungkin tidak lama lagi untuk membangun rumah kita perlu mengimpor kayu dari luar negeri dengan harga mahal. Dan jangan katakan kalau itu terjadi, kaum pembela agama Islam yang sibuk mengurus masalah syariat dan akidah dapat lepas dari tanggung jawabnya sebagai pengamal ajaran islam yang dipanuti.

Comments

Popular posts from this blog

Kapitalisasi Perguruan Tinggi: Pendidikan dan Profesi Tanpa Masa Depan

 [draft]  Logika kapitalisnya kira2 begini: ada tren PTSpts menurunkan std renumerasi dosen, tp std gelar naik ke S3. Lalu, dengan Negara mensubsidi konon kesejahteraan dosen melalui insentif jafung, serdos, dan hibah2 riset, abdimas, maka dgn jaminan dosen2 S2/S3, maka PTSpts menaikkan std intake spp, namun...Renumerasi pokok dosen diturunkan, dgn logika dosen2 mengurus administrasi dan memenuhi syarat2 BKD PAK dsbnya, akan mendapatkan insentif2 tsb diatas. Sehingga menghemat pengeluaran2 utk menggaji dosen2.Kita belum bicara soal kapitalisasi dan dominasi scopus indeksasi jurnal. Indonesia yg begitu besar dan luas, mungkin bakal kalah rankingnya QS, dll ,  sekejap lagi dgn Brunei.

ketika seseorang tiada berdaya

Ketika orang tak berdaya, dan ia tak punya tempat untuk berpaling memohon pertolongan, sedangkan hatinya t’lah melupakan Sang Khaliq maka kekerasan adalah jalan pintas untuk membalas. Ketika pertolongan yang diharapkan tak kunjung tiba sedangkan jiwa seseorang itu tak mampu lagi menarik hikmah dari kejadian yang menimpa dirinya, maka sekali lagi kekerasan adalah jalan pintasnya. Si Miskin yang miskin harta sekaligus miskin jiwanya berjumpa dengan Si Kaya yang kaya harta tapi miskin jiwanya seperti Si Miskin. Si Miskin berburuk sangka, demikian pula Si Kaya berburuk sangka pula. Si Miskin karena kemiskinannya berpikir Si Kaya-lah penyebab kemiskinan-kemiskinan di dunia. Si Miskin yang karena kemiskinannya kurang makan ditambah pula miskin jiwanya pada akhirnya menjadi bermalas-malasan. Sedangkan Si Kaya karena kesuksesannya menjadi lahap makan tak kenyang-kenyang, enak kurang enak, sedap kurang sedap, sementara jiwanya tetap kosong kelaparan pada akhirnya menjadi bermalas-malasan ju

Osamu Tezuka and The Heart of Manga

Pada awalnya di Jepang, komik secara umum di kenal dalam dua bentuk, yaitu ‘manga’ dan ‘gekiga’. Manga sebagai model komik yang mendapat pengaruh dari masuknya kartun-kartun eropa dan amerika generasi awal, yang muncul terlebih dahulu menjadi sedemikian populernya sehingga menjadi role model dalam membuat komik. Kemapanan ini menimbulkan pergerakan dari pinggiran, anak-anak muda banyak yang menginginkan perubahan dan mencari bentuk-bentuk baru. Muncullah ‘gekiga’ yang secara harfiah bertolak belakang dengan ‘manga’ secara umum pada masa itu. Gekiga mengambil sudut pandang realisme-sosial yang menggunakan pendekatan yang lebih dramatis dan moody, tetapi biasanya penuh aksi laga yang menyangkut kondisi masyarakat pinggiran yang keras. Begitulah sekilas tentang ‘manga’ dan ‘gekiga’ sebagai rival yang saling menyeimbangkan, sebelum akhirnya muncul sebuah nama yang secara tak langsung menyatukan kualitas kedua bentuk komik Jepang tersebut, yaitu Osamu Tezuka, sang ‘Manga no Kamisama’ atau ‘