Skip to main content

Renungan seorang umat yang belajar menjadi muslim 05


(00000)
Penulis menyukai filsafat, anthropologi, seni, budaya, sosial, psikologi dan sedikit politik. Tapi yang paling membahagiakan adalah ketika menemukan semua benang merah dari pengetahuan yang penulis sukai itu tidak bertentangan dengan kebenaran yang dibawakan oleh Islam. Mulanya banyak sekali pertentangan yang dijumpai ketika mempelajarinya, namun setelah penulis serius mengetahui lebih dalam sedikit, terlihatlah hal-hal tak terduga yang menambah keyakinan penulis bahwa ajaran Islam sangat tidak mungkin menarik diri dari pergulatan dunia, tidak mungkin terseret arus duniawi, dan sangat tidak mungkin bermusuhan atau memusuhi ilmu pengetahuan dunia. Bagaimana dengan akhirat? Adalah tidak mungkin pula kemunduran peran uamt Islam dalam duniawi menunjukkan pencapaian kehidupan akhirat yang lebih baik, karena Allah sudah berikan bukti nyata dengan kesuksesan Islam di tangan Rasulullah dan para Sahabat, dimana Islam memberikan sumbangan peradaban nyata bagi dunia yang hingga sekarang masih menjadi sumber inspirasi manusia, sementara itu secara akhlak dan pencapaian untuk akhirat juga yang terbaik.
Ketika arti ’kemajuan’ dipertanyakan, yaitu ketika modernisme dipertanyakan karena ternyata modernisme mengakibatkan ’kemajuan’ yang semu, maka disitulah ajaran Islam telah menunjukkan arti ’maju’ yang sebenarnya. Islam menganjurkan dengan sangat supaya manusia bekerja seolah-olah akan hidup selamanya dan beribadah seolah-olah akan mati esok hari. Inilah yang penulis rasakan sebagai anjuran untuk ’maju’ yang sebenarnya. Disitu penulis menemukan pemahaman yang sangat pribadi bahwa ’tawakal’ adalah kunci menuju ’kemajuan’.
Sebelum filsafat menjadi sebuah ilmu yang digandrungi, Islam telah memulai Ushul Fiqh sebagai dasar pikir. Sebelum hermeneutika dianggap penting, Islam telah mengembangkan ilmu Tafsir. Sebelum interpretasi menjadi hal yang dianggap individual, Islam telah menganjurkan umatnya untuk ber-ijtihad. Sebelum dekonstruksi menjadi populer, Islam telah membiasakan manusia dengan membaca Quran yang tidak beturutan secara harfiah. Sebelum seni abstrak dipahami, seni islam telah mengarahkan umatnya untuk mempelajari kesempurnaan abstrak geometris. Sebelum kontrak sosial menjadi dasar hubungan negara dan rakyat modern dibangun, ajaran islam sudah menjadikannya sebuah kewajiban sebagaimana ditunjukkan oleh khalifah Umar r.a. Sebelum demokrasi menjadi kembang politik dunia, dan musyawarah hanya bersifat semu, Rasulullah telah menunjukkan ’demokrasi’ yang sesungguhnya. Berikutnya dilanjutkan oleh para Sahabat sebagai Khalifah sebelum akhirnya beralih menjadi ’kerajaan’. Sistem ke-Khalifah-an ini adalah sejatinya bentuk yang kita kenal sekarang sebagai ’demokrasi’. Islam sudah membuat perincian pengaturan zakat yang secara sederhana sangat demokratis, dimana yang kaya memberi kepada si miskin, yang berpunya membagikan kepada yang kekurangan, semua wajib memberi, dan semua berhak menerima, sehingga yang paling miskin dan paling tidak berpunya sajalah yang punya hak menerima tapi tidak wajib memberi. Ajaran Islam bersifat makro hingga mikro.
Manusia mudah lupa, karena itu dalam Quran berkali-kali diingatkan kembali. Manusia suka mengabaikan hal-hal kecil, karena itu Sunatullah memperhatikan hal-hal yang kecil itu.Demikian juga penulis ini yang mudah lupa dan suka mengabaikan, karena itu dengan niat dan ijtihad menulis ini, insyaAllah, membantu penulis untuk mengingatkan dirinya sendiri juga dari kesesatan.

Comments

Popular posts from this blog

Kapitalisasi Perguruan Tinggi: Pendidikan dan Profesi Tanpa Masa Depan

 [draft]  Logika kapitalisnya kira2 begini: ada tren PTSpts menurunkan std renumerasi dosen, tp std gelar naik ke S3. Lalu, dengan Negara mensubsidi konon kesejahteraan dosen melalui insentif jafung, serdos, dan hibah2 riset, abdimas, maka dgn jaminan dosen2 S2/S3, maka PTSpts menaikkan std intake spp, namun...Renumerasi pokok dosen diturunkan, dgn logika dosen2 mengurus administrasi dan memenuhi syarat2 BKD PAK dsbnya, akan mendapatkan insentif2 tsb diatas. Sehingga menghemat pengeluaran2 utk menggaji dosen2.Kita belum bicara soal kapitalisasi dan dominasi scopus indeksasi jurnal. Indonesia yg begitu besar dan luas, mungkin bakal kalah rankingnya QS, dll ,  sekejap lagi dgn Brunei.

ketika seseorang tiada berdaya

Ketika orang tak berdaya, dan ia tak punya tempat untuk berpaling memohon pertolongan, sedangkan hatinya t’lah melupakan Sang Khaliq maka kekerasan adalah jalan pintas untuk membalas. Ketika pertolongan yang diharapkan tak kunjung tiba sedangkan jiwa seseorang itu tak mampu lagi menarik hikmah dari kejadian yang menimpa dirinya, maka sekali lagi kekerasan adalah jalan pintasnya. Si Miskin yang miskin harta sekaligus miskin jiwanya berjumpa dengan Si Kaya yang kaya harta tapi miskin jiwanya seperti Si Miskin. Si Miskin berburuk sangka, demikian pula Si Kaya berburuk sangka pula. Si Miskin karena kemiskinannya berpikir Si Kaya-lah penyebab kemiskinan-kemiskinan di dunia. Si Miskin yang karena kemiskinannya kurang makan ditambah pula miskin jiwanya pada akhirnya menjadi bermalas-malasan. Sedangkan Si Kaya karena kesuksesannya menjadi lahap makan tak kenyang-kenyang, enak kurang enak, sedap kurang sedap, sementara jiwanya tetap kosong kelaparan pada akhirnya menjadi bermalas-malasan ju

Osamu Tezuka and The Heart of Manga

Pada awalnya di Jepang, komik secara umum di kenal dalam dua bentuk, yaitu ‘manga’ dan ‘gekiga’. Manga sebagai model komik yang mendapat pengaruh dari masuknya kartun-kartun eropa dan amerika generasi awal, yang muncul terlebih dahulu menjadi sedemikian populernya sehingga menjadi role model dalam membuat komik. Kemapanan ini menimbulkan pergerakan dari pinggiran, anak-anak muda banyak yang menginginkan perubahan dan mencari bentuk-bentuk baru. Muncullah ‘gekiga’ yang secara harfiah bertolak belakang dengan ‘manga’ secara umum pada masa itu. Gekiga mengambil sudut pandang realisme-sosial yang menggunakan pendekatan yang lebih dramatis dan moody, tetapi biasanya penuh aksi laga yang menyangkut kondisi masyarakat pinggiran yang keras. Begitulah sekilas tentang ‘manga’ dan ‘gekiga’ sebagai rival yang saling menyeimbangkan, sebelum akhirnya muncul sebuah nama yang secara tak langsung menyatukan kualitas kedua bentuk komik Jepang tersebut, yaitu Osamu Tezuka, sang ‘Manga no Kamisama’ atau ‘