Skip to main content

Renungan seorang umat yang belajar menjadi muslim 04


(0000)
Dengan berkat yang diberikan pada manusia, dan begitu besarnya perhatian Allah kepada manusia, perhatian yang membuat para malaikat bertanya-tanya dan membuat iri hati Syaitan, maka Islam adalah keyakinan yang bertumpu kepada manusia dan tanggung jawabnya. Melalui Quran dan sunntullah, Allah tunjukkan bagaimana manusia seharusnya menjadi khalifah di muka bumi. Kalau pada masa renesans italia, humanisme sebagai aliran kemanusiaan yang pada akhirnya berujung pada eksploitasi alam oleh manusia, maka Islam telah mempunyai petunjuk untuk bagaimana menjadi khalifah yang benar, sebagaimana Nabi Muhammad dan para Sahabatnya tunjukkan bagaimana menjadi humanis sejati. Humanisme masa sekarang ini terus mengalami pembetulan sana sini, para ahli filosofi terus menggali, mempelajari ulang, dan memahami kembali semua pengetahuan yang sudah pernah dimiliki manusia sejauh ini. Dalam Islam, semua dasar-dasar pengetahuan itu serta batas-batasnya telah disyiratkan dalam Quran dan sunatullah, hal itu dapat kita temui kembali ada didalam peradaban-peradaban Islam. Pengetahuan Barat sifatnya rasionalis yang cenderung ketat berdefinisi, sehingga menghasilkan banyak thesis-thesis. Sedangkan pengetahuan Timur banyak bersifat mitis dan cenderung mengabaikan logika, sehingga bersifat anti-thesis. Islam bukan berada di tengah-tengah kedua pengetahuan manusia semacam itu, seolah-olah adalah sintesa keduanya, karena Islam mengandung ajaran yang paling rasional tapi bukan berarti mengagungkan akal semata karena didukung oleh keimanan, tapi juga bukan keyakinan mitis yang tidak logis. Namun Islam adalah negasi kedua pengetahuan itu, Barat maupun Timur, istilah yang sebenarnya buatan manusia sendiri juga.
Dunia ilmu pengetahuan yang sudah sedemikian maju dan bercampur-aduknya justru semakin menunjukkan betapa penting arti sebuah panduan yang jelas kebenarannya dan dijamin oleh Allah keshahihannya hingga akhir jaman. Dengan berpegang pada dasar-dasar Quran dan sunatullah, tak ada yang perlu ditakutkan bila kita mempelajari ilmu-ilmu manapun dan apapun. Semua ilmu itu milik Allah semata yang batas-batas kemampuan manusia untuk meraih dan mengetahui kedalamannya sudah diperingatkan oleh Allah melalui ajaran-ajarannya. Seseorang wajib saling mengingatkan bila ada batas-batas yang sudah mulai melampaui, tapi seseorang itu tidak boleh bertindak berlebihan seolah-olah ia pun sudah mengetahui apa yang terjadi bila batasan itu di lampaui. Ibaratnya ada sebuah telaga yang indah dan manusia pun berebutan hendak mencapai tengahnya dengan berenang, semuanya berpacu sehingga lupa bahwa ada tanda batas yang sudah dipasang supaya tidak dilewati. Kecuali satu orang yang memperhatikannya, dan ia melihat adanya batas-batas yang sudah dipasang, maka adalah kewajiban dia untuk memperingatkan yang lainnya semampu dia. Namun dalam melarang itu, dia tidak boleh menambah-nambah cerita tentang tanda-tanda batas itu. Sebagai perumpamaan itulah, bahwa yang mengetahui apa yang ada dibalik larangan itu hanya Allah semata yang mengetahuinya, dan Allah memberi larangan itu karena alasan-alasan yang hanya Allah semata mengetahuinya. Manusia hanya mampu membaca tanda-tanda yang Allah izinkan untuk dapat melihatnya.
Banyak yang merasa sudah dapat melihat tanda-tanda akhir jaman berdasarkan apa yang diisyaratkan Quran dan Sunatullah, dikuatkan pula dengan hadist-hadist yang dinilai tinggi keshahihannya. Dengan itu lalu manusia mulai menerka-nerka, memprediksi, dan meramal tentang waktu kiamat yang sudah semakin dekat. Sesungguhnya dekat ataupun jauh masa datangnya kiamat, hanya Allah S.W.T semata yang mengetahui. Lalu manusia disibukkan untuk mencari tahu seberapa dekat kiamat itu akan terjadi, seberapa banyak tanda-tanda yang sudah muncul, sehingga terlupakan apa sesungguhnya yang Allah peringatkan dengan memberitahu soal tanda-tanda akhir jaman itu. Ketika ada tanda-tanda perpecahan umat manusia, manusia bukannya belajar untuk makin bersatu, tetapi justru makin berpecah-belah. Sebuah ironi.

Comments

Popular posts from this blog

Kapitalisasi Perguruan Tinggi: Pendidikan dan Profesi Tanpa Masa Depan

 [draft]  Logika kapitalisnya kira2 begini: ada tren PTSpts menurunkan std renumerasi dosen, tp std gelar naik ke S3. Lalu, dengan Negara mensubsidi konon kesejahteraan dosen melalui insentif jafung, serdos, dan hibah2 riset, abdimas, maka dgn jaminan dosen2 S2/S3, maka PTSpts menaikkan std intake spp, namun...Renumerasi pokok dosen diturunkan, dgn logika dosen2 mengurus administrasi dan memenuhi syarat2 BKD PAK dsbnya, akan mendapatkan insentif2 tsb diatas. Sehingga menghemat pengeluaran2 utk menggaji dosen2.Kita belum bicara soal kapitalisasi dan dominasi scopus indeksasi jurnal. Indonesia yg begitu besar dan luas, mungkin bakal kalah rankingnya QS, dll ,  sekejap lagi dgn Brunei.

ketika seseorang tiada berdaya

Ketika orang tak berdaya, dan ia tak punya tempat untuk berpaling memohon pertolongan, sedangkan hatinya t’lah melupakan Sang Khaliq maka kekerasan adalah jalan pintas untuk membalas. Ketika pertolongan yang diharapkan tak kunjung tiba sedangkan jiwa seseorang itu tak mampu lagi menarik hikmah dari kejadian yang menimpa dirinya, maka sekali lagi kekerasan adalah jalan pintasnya. Si Miskin yang miskin harta sekaligus miskin jiwanya berjumpa dengan Si Kaya yang kaya harta tapi miskin jiwanya seperti Si Miskin. Si Miskin berburuk sangka, demikian pula Si Kaya berburuk sangka pula. Si Miskin karena kemiskinannya berpikir Si Kaya-lah penyebab kemiskinan-kemiskinan di dunia. Si Miskin yang karena kemiskinannya kurang makan ditambah pula miskin jiwanya pada akhirnya menjadi bermalas-malasan. Sedangkan Si Kaya karena kesuksesannya menjadi lahap makan tak kenyang-kenyang, enak kurang enak, sedap kurang sedap, sementara jiwanya tetap kosong kelaparan pada akhirnya menjadi bermalas-malasan ju

Osamu Tezuka and The Heart of Manga

Pada awalnya di Jepang, komik secara umum di kenal dalam dua bentuk, yaitu ‘manga’ dan ‘gekiga’. Manga sebagai model komik yang mendapat pengaruh dari masuknya kartun-kartun eropa dan amerika generasi awal, yang muncul terlebih dahulu menjadi sedemikian populernya sehingga menjadi role model dalam membuat komik. Kemapanan ini menimbulkan pergerakan dari pinggiran, anak-anak muda banyak yang menginginkan perubahan dan mencari bentuk-bentuk baru. Muncullah ‘gekiga’ yang secara harfiah bertolak belakang dengan ‘manga’ secara umum pada masa itu. Gekiga mengambil sudut pandang realisme-sosial yang menggunakan pendekatan yang lebih dramatis dan moody, tetapi biasanya penuh aksi laga yang menyangkut kondisi masyarakat pinggiran yang keras. Begitulah sekilas tentang ‘manga’ dan ‘gekiga’ sebagai rival yang saling menyeimbangkan, sebelum akhirnya muncul sebuah nama yang secara tak langsung menyatukan kualitas kedua bentuk komik Jepang tersebut, yaitu Osamu Tezuka, sang ‘Manga no Kamisama’ atau ‘