Ingatan adalah bentuk ciptaan yang paling canggih. Memory demikian sebutan yang menjadi populer karena manusia telah mampu pula membuat ’ingatan’ buatan seperti pada mesin komputer. Manusia mudah lupa dan selalu dalam keadaan lupa, demikian diingatkan oleh Allah, karena itulah Quran dituturkan sedikit demi sedikit agar manusia memahaminya sedikit demi sedikit. Shalat pun di kerjakan di setiap pergantian waktu, shalat disebut tiang agama, karena dengan itu manusia membangun tiang kehidupannya, karena dengan itu manusia senantiasa mengingat pemberi kehidupan yaitu Allah S.W.T. Hidup ini adalah sebuah perjalanan mengingat sebelum tiba waktu kematian.
Manusia modern mencatatkan penemuan dan pengetahuan ke dalam media tradisional, seperti buku hingga media baru seperti buku elektronik (e-books). Semua itu dilakukan agar manusia tidak lupa, dan ilmu pun berkembang. Islam mempunyai Quran yang bermula dari tuturan wahyu Allah kepada Rasulullah yang diteruskan kepada pengikut-pengikut pertama dan para Sahabat Nabi membukukannya dalam bentuk yang memudahkan untuk dipelajari seluruh umat manusia. Kisah lahirnya sebuah agama atau religi dengan proses datang dari langit diterima oleh seorang manusia terpilih kemudian dituliskan dalam bentuk kitab-kitab oleh pengikutnya, dapat kita temui di semua agama-agama besar dunia. Islam adalah agama penutup, ini bukan saja diakui oleh umat islam, tapi boleh diyakini oleh semua umat manusia. Yang membuat Islam sama sekali tidak sama dengan semua agama lain yang mempunyai pola kisah kelahiran yang sama adalah Islam datang bukan sebagai sebuah agama baru, tetapi Islam adalah keyakinan yang memang sudah ada pada ruh setiap manusia. Kisah para nabi utama dalam Quran mengisyaratkan bahwa Tiada Allah Selain Allah bukanlah rekaan mengada-ada dari pemikiran jenius manusia. Dekatnya Allah ibarat dekatnya nadi kepada manusia. Islam adalah tidak sama dengan agama-agama lain karena Islam lahir di jaman dimana manusia telah mengenal bahasa dan tulisan dan kemudian mendorong pencatatan kembali semuanya agar tidak terlupakan. Islam adalah keyakinan umat manusia yang tercatat dalam sejarah manusia yang boleh dibuktikan keasliannya hingga akhir jaman.
Adalah tugas intelektual muslim untuk terus menerus meneliti sejarah Islam agar tetap terjaga. Allah mengijinkan malikatNya untuk bertanya, Allah pun memberi tantangan kepada siapapun yang mampu menandingi keindahan sempurna Quran, karena itu mempertanyakan kemurnian ajaran-ajaran Islam dan bagaimana ajaran-ajaran Islam mampu terus memberikan panduan dan bimbingan kepada umat manusia di setiap jaman adalah tugas bersama kaum muslim.
Penulis membaca sedikit banyak tentang berbagai perdebatan di kalangan ulama tentang perkara ijtihad dari jaman para imammah hingga yang kontemporer sekarang. Ada yang berpendapat Islam itu banyak sekali tafsirannya, ada juga yang berkomentar Islam itu hanya mengomentari kejadian yang sudah berlangsung padahal mereka tidak terlibat apapun di dalamnya selain hanya pengamat dari jauh. Sedikit banyak ini adalah bentuk kritik stereotipe yang boleh menggoyahkan keyakinan umat terhadap Islam. Secara sederhana penulis tidak akan berpendapat bahwa perdebatan dan perbedaan pendapat atau komentar-komentar itu sebagai sebuah krisis atau perselisihan, tetapi sebuah bukti bahwa Islam masih aktif dalam pengembangan pemikiran kontemporer. Islam itu hanya satu dan ajarannya tidaklah berubah-ubah mengikuti kehendak jaman, apa yang diajarkan dalam Islam merupakan hal-hal yang menyentuh hakikat hidup dan kehidupan manusia. Penafsiran yang dilakukan ahli-ahli agama bukan penafsiran atas ajaran Islam, tetapi penafsiran terhadap kehidupan manusia dengan berbagai dilematisnya. Bedanya dengan pemikiran intelektual non-muslim adalah peletakan dasar ilmiahnya. Ahli agama Islam dan intelektualnya semua diperintahkan oleh Allah untuk selalu bermuara kembali pada Quran dan Sunnah, tidak semata pada akal dan nurani.
Untuk menghadapi masalah kontemporer di masa mendatang, sudah biasanya bila ahli agama atau ulama disertai daya intelektualitas yang tinggi dengan penguasaan bidang-bidang yang khusus. Penguasaan terhadap syarat-syarat untuk menjadi seorang mujtahid sudah menjadi sesuatu yang mutlak diperlukan untuk jaman ini. Penelitian mendalam terhadap hadist-hadist agar terungkap dengan jelas mana yang shahih dan tidak sudah seharusnya menjadi kajian terus-menerus sehingga seorang yang hendak melakukan ijtihad tidak kesulitan lagi dengan masalah keshahihan sebuah hadist. Dengan demikian bagi awam akan tersedia mujtahid yang sesuai dengan permasalahan yang dihadapinya. Untuk bidang seni dan kebudayaan ada ahli-ahli agama yang mendalami bidang studi kebudayaan dan menjadi pakarnya. Untuk bidang biologi dan kedokteran ada seorang ahli-ahli agama yang mendalami bidang studi biologi dan kedokteran. Untuk bidang teknologi ada juga ahli-ahli agama yang memahami teknologi itu sendiri. Semua ini agar jangan sampai orang-orang melihat Islam hanya sebagai kumpulan pengamat dari jauh yang hanya bisa melarang atau membolehkan sahaja.
Jaman sekarang mungkin saja muncul seorang mujtahid sejati yang menguasai secara general semua pengetahuan agama dan dunia, tetapi bukan hal yang mudah untuk menembus rintangan informasi. Tetapi pepatah mengatakan ’bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh’. Sejak mulanya Allah sudah mengingatkan bahwa semua muslim adalah bersaudara, perbedaan pemikiran bukan alasan untuk menolak persaudaraan.
Pandangan penulis disinipun bila mengandung perbedaan pemikiran janganlah sampai disalahpahami sebagai hendak menggampangkan ijtihad. Karena penulis menulis renungan, bukan ijtihad. Renungan ini terinspirasikan oleh kajian-kajian tentang diperlukannya ijtihad di jaman sekarang dan mendatang nanti. Penulis sadar untuk memenuhi syarat pertama saja rasanya tidak memungkinkan, karena syarat utama itu adalah memahami Qur’anul Karim. Memahami Quran bermakna menguasai yang paling utama dan besar dalam keseluruhan ajaran Islam, sedangkan penulis hanyalah seorang umat yang belajar untuk menjadi muslim.
Karena itu melalui renungan ini penulis yang sangat merindu ini berdoa agar semakin banyak dilahirkannya pengkajian studi kontemporer yang islami, bukan islami dalam pengertian sekedar ditulis oleh intelektual muslim atau ulama islam, atau juga bukan karena sesuai dengan dalil-dalil atau fatwa, juga bukan hanya kajian-kajian bidang keagamaan secara kontemporer, tetapi kajian di segala bidang ilmu pengetahuan dan kehidupan manusia masa lampau, sekarang dan di masa yang akan datang dari sudut pandang islami yang boleh dinikmati buah pemikirannya oleh semua umat manusia tanpa kecuali.
Manusia modern mencatatkan penemuan dan pengetahuan ke dalam media tradisional, seperti buku hingga media baru seperti buku elektronik (e-books). Semua itu dilakukan agar manusia tidak lupa, dan ilmu pun berkembang. Islam mempunyai Quran yang bermula dari tuturan wahyu Allah kepada Rasulullah yang diteruskan kepada pengikut-pengikut pertama dan para Sahabat Nabi membukukannya dalam bentuk yang memudahkan untuk dipelajari seluruh umat manusia. Kisah lahirnya sebuah agama atau religi dengan proses datang dari langit diterima oleh seorang manusia terpilih kemudian dituliskan dalam bentuk kitab-kitab oleh pengikutnya, dapat kita temui di semua agama-agama besar dunia. Islam adalah agama penutup, ini bukan saja diakui oleh umat islam, tapi boleh diyakini oleh semua umat manusia. Yang membuat Islam sama sekali tidak sama dengan semua agama lain yang mempunyai pola kisah kelahiran yang sama adalah Islam datang bukan sebagai sebuah agama baru, tetapi Islam adalah keyakinan yang memang sudah ada pada ruh setiap manusia. Kisah para nabi utama dalam Quran mengisyaratkan bahwa Tiada Allah Selain Allah bukanlah rekaan mengada-ada dari pemikiran jenius manusia. Dekatnya Allah ibarat dekatnya nadi kepada manusia. Islam adalah tidak sama dengan agama-agama lain karena Islam lahir di jaman dimana manusia telah mengenal bahasa dan tulisan dan kemudian mendorong pencatatan kembali semuanya agar tidak terlupakan. Islam adalah keyakinan umat manusia yang tercatat dalam sejarah manusia yang boleh dibuktikan keasliannya hingga akhir jaman.
Adalah tugas intelektual muslim untuk terus menerus meneliti sejarah Islam agar tetap terjaga. Allah mengijinkan malikatNya untuk bertanya, Allah pun memberi tantangan kepada siapapun yang mampu menandingi keindahan sempurna Quran, karena itu mempertanyakan kemurnian ajaran-ajaran Islam dan bagaimana ajaran-ajaran Islam mampu terus memberikan panduan dan bimbingan kepada umat manusia di setiap jaman adalah tugas bersama kaum muslim.
Penulis membaca sedikit banyak tentang berbagai perdebatan di kalangan ulama tentang perkara ijtihad dari jaman para imammah hingga yang kontemporer sekarang. Ada yang berpendapat Islam itu banyak sekali tafsirannya, ada juga yang berkomentar Islam itu hanya mengomentari kejadian yang sudah berlangsung padahal mereka tidak terlibat apapun di dalamnya selain hanya pengamat dari jauh. Sedikit banyak ini adalah bentuk kritik stereotipe yang boleh menggoyahkan keyakinan umat terhadap Islam. Secara sederhana penulis tidak akan berpendapat bahwa perdebatan dan perbedaan pendapat atau komentar-komentar itu sebagai sebuah krisis atau perselisihan, tetapi sebuah bukti bahwa Islam masih aktif dalam pengembangan pemikiran kontemporer. Islam itu hanya satu dan ajarannya tidaklah berubah-ubah mengikuti kehendak jaman, apa yang diajarkan dalam Islam merupakan hal-hal yang menyentuh hakikat hidup dan kehidupan manusia. Penafsiran yang dilakukan ahli-ahli agama bukan penafsiran atas ajaran Islam, tetapi penafsiran terhadap kehidupan manusia dengan berbagai dilematisnya. Bedanya dengan pemikiran intelektual non-muslim adalah peletakan dasar ilmiahnya. Ahli agama Islam dan intelektualnya semua diperintahkan oleh Allah untuk selalu bermuara kembali pada Quran dan Sunnah, tidak semata pada akal dan nurani.
Untuk menghadapi masalah kontemporer di masa mendatang, sudah biasanya bila ahli agama atau ulama disertai daya intelektualitas yang tinggi dengan penguasaan bidang-bidang yang khusus. Penguasaan terhadap syarat-syarat untuk menjadi seorang mujtahid sudah menjadi sesuatu yang mutlak diperlukan untuk jaman ini. Penelitian mendalam terhadap hadist-hadist agar terungkap dengan jelas mana yang shahih dan tidak sudah seharusnya menjadi kajian terus-menerus sehingga seorang yang hendak melakukan ijtihad tidak kesulitan lagi dengan masalah keshahihan sebuah hadist. Dengan demikian bagi awam akan tersedia mujtahid yang sesuai dengan permasalahan yang dihadapinya. Untuk bidang seni dan kebudayaan ada ahli-ahli agama yang mendalami bidang studi kebudayaan dan menjadi pakarnya. Untuk bidang biologi dan kedokteran ada seorang ahli-ahli agama yang mendalami bidang studi biologi dan kedokteran. Untuk bidang teknologi ada juga ahli-ahli agama yang memahami teknologi itu sendiri. Semua ini agar jangan sampai orang-orang melihat Islam hanya sebagai kumpulan pengamat dari jauh yang hanya bisa melarang atau membolehkan sahaja.
Jaman sekarang mungkin saja muncul seorang mujtahid sejati yang menguasai secara general semua pengetahuan agama dan dunia, tetapi bukan hal yang mudah untuk menembus rintangan informasi. Tetapi pepatah mengatakan ’bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh’. Sejak mulanya Allah sudah mengingatkan bahwa semua muslim adalah bersaudara, perbedaan pemikiran bukan alasan untuk menolak persaudaraan.
Pandangan penulis disinipun bila mengandung perbedaan pemikiran janganlah sampai disalahpahami sebagai hendak menggampangkan ijtihad. Karena penulis menulis renungan, bukan ijtihad. Renungan ini terinspirasikan oleh kajian-kajian tentang diperlukannya ijtihad di jaman sekarang dan mendatang nanti. Penulis sadar untuk memenuhi syarat pertama saja rasanya tidak memungkinkan, karena syarat utama itu adalah memahami Qur’anul Karim. Memahami Quran bermakna menguasai yang paling utama dan besar dalam keseluruhan ajaran Islam, sedangkan penulis hanyalah seorang umat yang belajar untuk menjadi muslim.
Karena itu melalui renungan ini penulis yang sangat merindu ini berdoa agar semakin banyak dilahirkannya pengkajian studi kontemporer yang islami, bukan islami dalam pengertian sekedar ditulis oleh intelektual muslim atau ulama islam, atau juga bukan karena sesuai dengan dalil-dalil atau fatwa, juga bukan hanya kajian-kajian bidang keagamaan secara kontemporer, tetapi kajian di segala bidang ilmu pengetahuan dan kehidupan manusia masa lampau, sekarang dan di masa yang akan datang dari sudut pandang islami yang boleh dinikmati buah pemikirannya oleh semua umat manusia tanpa kecuali.
Comments