Skip to main content

Tentang Komik dan Candi?

Persoalan [komik + budaya], sebenarnya (bukan tidak) sederhana.
Kalau mau bicara komiknya, apakah kita menganggap titik tolaknya adalah komik itu sebuah hasil kerja berbudaya (kebudayaan) atau bukan?
Kalau, jawabannya iya. Artinya berangkat dari titik tolak bahwasannnya [komik = budaya], bolehlah kita bercerita panjang lebar tentang manusia-nya maupun idenya, baik langsung maupun tidak berkaitan dengan komik, baik yang disebabkan maupun diakibatkan.

Kalaupun bicara [budaya], titik tolak arti [budaya] seperti apa yang kita ambil?
[budaya] masa lampau? Semacam peninggalan [budaya]?
[budaya] masa kini? Semacam [budaya] kosmopolitan? Megapolitan?
Atau [budaya] masa depan?
Semacam strategi mencapai bentuk [budaya] tertentu di waktu yang akan datang?

Selanjutnya, konsep ber[budaya] seperti apa yang hendak kita pakai sebagai titik tolak pembicaraan [komik + budaya] ?
Apakah konsep ber[budaya] yang hanya sebatas 'artefak peninggalan pra-sejarah? Sejarah?'
Atau konsep ber[budaya] yang timbul karena asimilasi, adaptasi, dominasi, sinkretisme?
Atau konsep ber[budaya] kontemporer - multikultural - pencampuran [budaya]?
Atau penggalian keaslian - originated culture - [budaya], ini pun maksudnya hendak menciptakan [budaya] baru sendiri atau menggali asal usul sebuah [budaya] dan memurnikannya dari pengaruh-pengaruh [budaya] luar yang menempel darinya, menjadi kaum puritanian?

Atau sederhanya saja dengan melihat [budaya] sebagai 'emblem', spt dekorasi, ukiran, tarian, gambar-gambar peninggalan masa lalu kerajaan, prasasti, keraton, jejak di goa prasejarah?

Dengan mengambil contoh Candi Prambanan, ada hal yang menarik untuk diamati.
Jelas, buku komik yang dicetak di atas kertas berbeda medium dengan candi yang diukir di atas batu.
Andaikan diminta mengukir komik di atas sebuah tembok batu yang luas, misalnya di pintu masuk taman sebuah hotel, apakah dengan serta merta digambarkanlah komik itu sebagaimana menggambarkannya di atas kertas? Tentu tidak, akan ada pertimbangan mengenai media dan alat-alat yang berbeda utk mengukir dan menggambar komik di atas batu.

Demikian juga sebaliknya, mengambil inspirasi dari ukiran Candi Prambanan, juga tidak berarti serta-merta menggunakan kertas 'memfotokopi' ukiran dari dinding candi. Kira-kira apa yang dipikirkan oleh seniman pengukir candi ketika dahulu itu bila ia diminta memindahkan kisah di dinding candi itu ke dalam kertas atau perkamen misalnya?
Semuanya tidak akan terlepas dari pertimbangan tujuan dari pembuatan di medium yang berbeda itu sendiri.
Kita yang hidup di jaman modern ini, apakah dapat melihat keunikan dari ukiran kisah candi-candi yang bisa dipetik pelajarannya? Keunikan gaya bercerita spt apa yang ada di sana?
Apakah kita pernah merenungi dan membiarkan diri larut ke dalam kisah pada dinding-dinding candi tersebut, karena dahulu kala kisah pada dinding candi merupakan sebuah medium meditasi bagi para peziarah ataupun mereka yang hendak melakukan sembahyang.
Selama ini mungkin kita mengadopsi storytelling ala manga ataupun komik amrik atau mungkin hongkong, mungkinkah kita meluangkan waktu melakukan refleksi terhadap teknik 'storytelling' yang ada di balik ukiran2 di atas batu cadas candi itu?
Kalau selama ini kita mengadopsi teknik gambar, simplifikasi, distorsi, eksagerasi dari komik, maukah kita barang sejenak menelusuri jalan pikir dari pembuat kisah candi itu dalam 'menyederhanakan' bentuk-bentuk natural ketika harus di ukirkan di atas batu cadas yang keras, yang tidak memungkinkan kedetailan spt di kertas, tapi juga jangan sampai tidak dimengerti aundiens-nya.

Lalu apakah lantas kita mereduksi arti [komik + budaya], hanya sebatas persoalan memindahkan cerita candi ke atas kertas?
Dan bukan persoalan memindahkan nilai-nilai yang ada di cerita candi ke dalam bentuk komik melalui penafsiran kontemporer masa kini?Dari sudut pandang nilai ekonomi jika saja ada yang berniat dan berhasil memindahkannya ke dalam bentuk komik, dan menjualnya khusus untuk wisatawan mancanegara barangkali akan sangat menguntungkan. Akan menjadi daya tarik tersendiri di mata wisatawan, karena di candi prambanan terdapat souvenir unik berupa buku cerita komik tentang kisah-kisah terukir di candi yang dibuat oleh komikus-komikus indonesia dengan beragam penafsiran.

Comments

Popular posts from this blog

...kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.

“Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.” (QS. 17:16) Indonesia . Negeriku tercinta. Sudahkah tiba waktunya untuk bangkit (menjadi sadar kembali) dari tidur panjangnya? Surah Al Israa’ ayat 16 itu benar-benar sesuai mencerminkan keadaan negeri kita ini. Tidakkah kita dengar berbagai perbincangan, diskusi dan debat di berbagai media tentang kebangkitan nasional, kebangkitan bangsa, dan kebangkitan harga diri manusia Indonesia ? Namun adakah kita dengar sejurus tentang kebangkitan ‘akhlak’ didengungkan oleh sesiapa (yang bukan penceramah agama)? Adakah kita berbicara tentang kembali kepada fitrah manusia sebagai makhluk yang ber-Tuhan? Akh, itu omong kosong saja. Mungkin dianggap naif, dengan melih...

ketika seseorang tiada berdaya

Ketika orang tak berdaya, dan ia tak punya tempat untuk berpaling memohon pertolongan, sedangkan hatinya t’lah melupakan Sang Khaliq maka kekerasan adalah jalan pintas untuk membalas. Ketika pertolongan yang diharapkan tak kunjung tiba sedangkan jiwa seseorang itu tak mampu lagi menarik hikmah dari kejadian yang menimpa dirinya, maka sekali lagi kekerasan adalah jalan pintasnya. Si Miskin yang miskin harta sekaligus miskin jiwanya berjumpa dengan Si Kaya yang kaya harta tapi miskin jiwanya seperti Si Miskin. Si Miskin berburuk sangka, demikian pula Si Kaya berburuk sangka pula. Si Miskin karena kemiskinannya berpikir Si Kaya-lah penyebab kemiskinan-kemiskinan di dunia. Si Miskin yang karena kemiskinannya kurang makan ditambah pula miskin jiwanya pada akhirnya menjadi bermalas-malasan. Sedangkan Si Kaya karena kesuksesannya menjadi lahap makan tak kenyang-kenyang, enak kurang enak, sedap kurang sedap, sementara jiwanya tetap kosong kelaparan pada akhirnya menjadi bermalas-malasan ju...

Kejadian Alam-kah yang akan menyatukan umat manusia?

Akhir-akhir ini setiap ujung tahun kita selalu menanti dengan was-was, kejadian alam apa lagi yang akan mengakibatkan bencana bagi manusia? Dimana akan terjadi? Berapa banyak lagi korban yang akan jatuh? Saya menjadi bertanya-tanya pada diri sendiri, apakah ajakan-ajakan peperangan yang terjadi di luar sana akan berhenti apabila bencana alam melanda mereka yang mengajak berperang itu? Ataukah mereka akan meneruskan propaganda perang dengan alasan keselamatan umat manusia? Tapi begitulah manusia adanya, tidak mau mengalah walaupun sudah kalah dan akan kalah. Semua kejadian di dunia ini seperti sudah tertulis dengan sendirinya. Berkenaan dengan sifat dan sikap manusia yang makin lama makin buruk, saling menikam, saling tak acuh, saling curiga, memang menyesakkan dan membuat capek. Tapi itulah kenyataannya, dan secara bersamaan juga sunatullah alam yang sudah digariskan berjalan. Perubahan alam, gempa bumi, retakan kerak bumi, pergeseran lempeng bumi, es mencair, gunung meletus, semuanya...